Perwali Kuota 90-10 Perlu Direvisi
Pembatasan Siswa Baru Dianggap Melanggar HAM CIREBON– Pembatasan siswa baru dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Kota Cirebon dianggap melanggar hak konstitusi yang dimiliki setiap warga negara. Bahkan, hal itu terkategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Hal ini disampaikan Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unswagati, Dr Endang Sutrisno SH MHum, kepada Radar di kantornya, Jumat (19/4). Dr Endang Sutrisno mengatakan, Peraturan Wali kota (Perwali) tentang Pembagian Kuota 90 dan 10 persen bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat (1). Diterangkan, dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) mengatakan, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Dalam pasal 31 ayat (2), pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Hal itu berarti, pendidikan adalah hak dasar semua warga negara Indonesia yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun, termasuk pula di dalamnya pembatasan. “Perwali itu jelas bertentangan dengan UUD 45. Itu pelanggaran konstitusi. Wali kota baru (Drs Ano Sutrisno MM, red) harus mencabut atau mengubahnya,” ujar alumni S-3 Universitas Diponegoro Semarang itu. Pria berkacamata itu setuju dengan langkah kebijakan Wali kota Ano. Sebab, perwali era Wali kota Subardi itu bertentangan dengan konstitusi dan bahkan merupakan pelanggaran terhadap HAM. “Saya setuju perwali itu diubah dengan menghilangkan kuota 90-10 persen. Itu cara berpikir wawasan kebangsaan,” tukasnya. Kuota 90-10 persen dimaksudkan, penduduk Kota Cirebon berhak mendapatkan 90 persen kursi dari seluruh sekolah yang membuka PPDB. Sisanya, diberikan kepada peserta baru dari luar Kota Cirebon. Menurutnya, pendidikan adalah hak segala bangsa. Artinya, pendidikan tidak boleh menjadi milik daerah tertentu. Jika pola kuota itu diterapkan oleh daerah lain, Universitas Indonesia (IU) Jakarta, misalnya, menerima 90 persen mahasiswa baru dari DKI Jakarta. Sementara, kualitas pendidikan dan pengajaran di UI sangat bagus untuk meningkatkan SDM. Jika itu terjadi, ujarnya, Indonesia akan hancur dengan segera. Sementara, Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Cirebon Cicip Awaludin SH mengatakan, jika Wali kota Ano ingin mengubah perwali pembatasan kuota, dia mempersilakan. Namun, kuota 90-10 persen tetap harus dipertahankan dan tidak boleh diubah. Pasalnya, kata Cicip, hal itu menunjukkan keberpihakan Wali kota Ano kepada masyarakat Kota Cirebon. Sebab, kata dia, Ano dipilih oleh masyarakat Kota Cirebon menjadi wali kota. “Menjadi kewajiban Wali kota Cirebon untuk meningkatkan SDM dan melindungi masyarakat Kota Cirebon,” ucapnya. Perlindungan nyata yang dimaksudkan adalah perlindungan dalam dunia pendidikan. Termasuk di dalamnya warga Kota Cirebon. Atas dasar itu, Cicip dan PDI Perjuangan tetap berpihak pada rakyat. Salah satunya dengan tetap mempertahankan kuota 90-10 persen yang telah dilakukan tahun 2012 lalu. Terkait aksi titip menitip, Cicip beralasan, hal itu merupakan langkah balasan atas kecurangan pada PPDB online jilid satu. Lebih dari itu, dia dan kolega partainya ingin meningkatkan dan memeratakan SDM masyarakat Kota Cirebon melalui pendidikan. “Saya menentang penghapusan kuota 90-10 persen,” ucapnya, lantang. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: