Kampung Arab Panjunan dari Perajin Jadi Penjual, Tersembunyi di Balik Deret Pertokoan

Kampung Arab Panjunan dari Perajin Jadi Penjual, Tersembunyi di Balik Deret Pertokoan

CIREBON-Kampung Arab di Kelurahan Panjunan, Kota Cirebon, sudah dihuni sejak 3,5 abad silam. Selain Masjid Merah yang ikonik itu, ada juga kerajinan gerabah. Yang kini kian tersembunyi. Tertutupi deret pertokoan yang menggerakan perekonomian kawasan itu. Wanita paruh baya itu menyeka debu di gerabah yang dijajakannya. Di Jalan Panjunan, tepat di sebelah marka jalan sisi kanan. Sesekali ia duduk di depan. Menyapa pejalan kaki dan pengendara motor yang melintas. Siapa tahu ada pembeli yang mampir. Oom Komariyah adalah generasi ketiga. Ia mewarisi usaha ini dari ayahnya. Yang merupakan generasi kedua. Kini usianya menginjak 56 tahun, tapi toko gerabah yang dimilikinya itu sudah berumur hampir satu abad. Ia telah melalui masa keemasan. Dan kini sampai di titik terbawah dalam perputaran roda zaman. Gerabah, dulunya primadona. Waktu neneknya mengelola toko ini, gerabah yang dijual hasil produksi sendiri. Di generasi kedua, tanda-tanda penurunan bisnis sebetulnya mulai terlihat. Produksi gerabah turun. Kios ini pun hanya dipakai untuk menjual gerabah yang diproduksi dari beberapa tempat. \"Dulu sekali itu bikin sendiri. Tapi sekarang ya sudah nggak. Jualnya juga susah,\" kata Oom, kepada wartawan Radar Cirebon. Kini, dia memasok gerabah dari Bandung. Bukan dari sentra gerabah lain di Kabupaten Cirebon. Semisal Desa Sitiwinangun, Kabupaten Cirebon. Atau sentra gerabah lainnya. Penjualan pun kian sulit. Mengingat kebutuhan gerabah sudah tidak seperti dulu. Kalah praktis dengan perabotan plastik. Soal berhentinya produksi, ada banyak alasan. Alat-alat susah didapat. Kemudian Jl Panjunan tak tidak seperti dulu lagi. Sudah beralih rupa. Banyak pertokoan, juga permukiman. Tentu tidak cocok lagi untuk memproduksi gerabah tradisional dengan cara dibakar. “Kalau harus bakar-bakar, bisa diprotes orang sini,” kata Oom, sembari mengasuh cucunya. Bertahan di tengah himpitan pertokoan modern, adalah satu-satunya pilihan bagi Oom. Masih ada pembeli yang berminat membeli gerabah. Kebanyakan berdatangan dari Kabupaten Cirebon. Sementara dari luar kota, lebih kepada kebutuhan dekorasi ataupun souvenir. Oom adalah satu-satunya penjual gerabah yang masih tersisa. Perajin lain seangkatan dirinya sudah lebih dulu gulung tikar. Ada juga yang memilih beralih usaha.  Keberadaan sentra gerabah di Kelurahan Panjunan, sesungguhnya menjadi identitas kawasan itu. Jauh sebelum maraknya pertokoan. Bangsa Arab pertama kali datang ke bumi Cirebon pada 1418 dipimpin oleh Syekh Idofi Mahdi atau dikenal dengan sebutan Syekh Nurjati. Berjumlah 40 orang, rombongan datang ke Cirebon melalui jalur navigasi laut yang dibuat oleh Cheng Ho. Seiring berjalannya waktu, rombongan terus berdatangan dengan tujuan dagang dan migrasi. Di kawasan Panjunan,  warga Arab sebagian besar berdagang dan menjadi pengrajin gerabah. Nama Panjunan sendiri berasal dari kata Anjun yang berarti pembuat kerajinan dari tanah liat. Peninggalan sejarah dari kampung Arab Panjunan kini hanya bisa diabadikan dalam sebuah nama tempat atau jalan di area tersebut.  Seperti Gang Warung Bata, di gang tersebut dahulu sebagai tempat penjual gerabah atau batu bata. Selain itu, Gang Pengobongan yang dahulu dijadikan tempat membakar gerabah. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: