Walah, 23,70% Rumah di Kota Cirebon Tidak Sehat
CIREBON-Proyeksi penduduk per kelurahan di Kota Cirebon sampai tahun 2031 sebanyak 470.870 jiwa. Dengan kebutuhan 124.574 unit rumah dengan jumlah luas lahan yang dibutuhkan sebesar 3.735 hektare. Selain persoalan lahan, faktor kesehatan masyarakat juga perlu jadi perhatian. Angka-angka tersebut dikutip dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023. Dari data yang sama Masih adanya rumah yang tidak sehat di Kota Cirebon yang mencapai 23,70% dari jumlah rumah yang ada di Kota Cirebon tahun 2009. Yang pada tahun itu berjumlah 53 ribu rumah. Penanganan kawasan permukiman kumuh di Kota Cirebon dicanangkan akan mencapai 0% luasannya pada tahun 2019. Hal ini selaras dengan adanya arahan sesuai RPJMN tahun 2015 – 2019 yaitu Target Akses Universal 100-0-100. Dalam pengembangan permukiman di Kota Cirebon, kriteria kesiapan daerah yang sudah ada dan yang akan dilaksanakan meliputi, Dokumen SPPIP Kota Cirebon yang telah disusun pada tahun 2012, SK Walikota No. 665/Kep.70-BAPPEDA/2015 mengenai Kawasan Kumuh Kota Cirebon dan Dokumen RKPKP (Rencana Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan) Kota Cirebon yang telah disusun tahun 2015. Kendati tahun ini ditargetkan bebas kawasan kumuh, namun di lapangan tidak demikian adanya. Berdasarkan data Strategis Sanitasi Kota (SSK) Cirebon tahun 2015, sedikitnya 4.792 warga masih buang air besar (BAB) sembarangan. Memanfaatkan sungai, kebun dan laut. Kemudian 20.234 kepala keluarga hidup dengan jamban tidak aman. Dari studi lapangan yang dilakukan Radar secara acak di enam lokasi, seluruhnya masih mengalami masalah sanitasi. Dari enam RW yang dikunjungi dari tiga kelurahan dan tiga kecamatan, ditemukan 81 warga yang belum memiliki jamban. Alias masih BAB sembarangan. Dari enam RW yang dikunjungi di tiga kelurahan dan tiga kecamatan, dua diantaranya telah memiliki sanimas. Di RW 07 Kesunean Utara misalnya. Terdapat sanimas dengan fasilitas 7 unit yang dibangun dengan anggaran ratusan juta rupiah. Namun pemanfaatannya masih minim. Masalah sanitasi ini juga menjadi salah satu indikator penetapan kawasan kumuh. Dalam Surat Keputusan (SK) Walikota 665/Kep.70-BAPPEDA/2015, luas kawasan kumuh di Kota Cirebon mencapai 59,60 hektare, yang berada di 3 kecamatan dan 7 kelurahan. Ini juga diperkuat dengan data Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) yang dikeluarkan tahun 2012. Disebutkan bahwa 23,70 persen rumah di Kota Cirebon tidak sehat. Persentase 23,70 persen itu dari 59.632 unit bangunan rumah tinggal. Salah satu upaya pengentasan pesoalan sanitasi tersebut, pemeritah sebenarnya telah menjalankan program sanimas di 15 titik. Kepala Seksi Infrastruktur Air Limbah (IPAL) Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cirebon H Deny Rohmawan SE mengatakan, dana bantuan dari provinsi tahun 2015 ini disalurkan melalui Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Ada enam kelurahan yang menerimanya. Nilainya masing-masing Rp425 juta untuk 15 titik. \"Uang itu langsung ke BKM. Kami sifatnya memonitoring saja. Pengerjaannya juga BKM,\" ujar Deny. Program ini berasal dari Dirjen Cipta Karya dan Satker Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Kota Cirebon. Dalam pembangunan fasilitas sanimas, digunakan konsep pemberdayaan masyarakat. Menjadikan masyarakat aktor utama dalam proses perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan fasilitas sanitasi komunal. Menurut Deny, tujuannya agar fasilitas yang terbangun dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan. Jadi masyarakat akan merasa memiliki, sehingga tidak akan sungkan untuk memeliharanya sendiri. Terkait anggaran, Deny menjelaskan, untuk tiap-tiap tahun program sanimas dianggarkan Rp2,55 miliar. Dan itu diserahkan langsung kewenangan rekening BKM di kelurahan setempat penerima bantuan. Jadi tidak seperti yang diberitakan mencapai Rp6 miliar. Pembangunan fasilitas sanimas ini didukung penuh oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Sanitasi yang sudah terpisah dengan DAK bidang Air Minum. Selain didukung pula oleh pendanaan APBN Direkotrat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU, pemerintah pusat juga mendorong pembangunan fasilitas sanimas melalui dukungan dana luar negeri dan dana APBD melalui berbagai kerangka program. Ada juga bantuan dari Asian Development Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (IDB). (myg/gus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: