Dewan Bela Tukang Bubur

Dewan Bela Tukang Bubur

Geram Melihat Rumah Disita Bank KUNINGAN – Eksekusi rumah Erna Lesmanawati di Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindangagung, membuat para wakil rakyat yang duduk di parlemen daerah terperangah. Melalui ketuanya, H Acep Purnama SH MH, DPRD secara kelembagaan akan bersikap. Pihaknya berencana untuk membentuk panja (panitia kerja) dalam upaya menyeriusi persoalan yang menimpa warga berprofesi sebagai tukang bubur tersebut. Kemarin (30/4), terlihat Acep Purnama terlibat obrolan serius dengan pimpinan dewan lainnya, H Yudi Budiana SH. Bersama dengan Sekretaris DPRD HM Ridwan Setiawan SH MH MSi di ruangannya, mereka sepakat untuk membentuk panja. “Terus terang kami prihatin atas eksekusi pengosongan rumah salah seorang warga Kertawangunan. Kebetulan kami juga menerima lembaran surat tembusan dari korban eksekusi ke Kemenkumham dan Komnasham. Masalah ini perlu kami perdalam dan seriusi,” tandas Acep kepada Radar. Jika membaca aduan Erna, banyak dugaan kejanggalan dalam proses pra eksekusi. Agar duduk persoalannya jelas maka dibutuhkan pembahasan intensif dengan membentuk panja. Para pihak terkait pun perlu untuk diundang guna dipintai klarifikasinya. ”Kalau apa yang tertulis dalam aduan ini benar, maka sebagai lembaga di daerah, DPRD harus menyikapi aspirasi ini. Insya Allah kami akan tanggapi dalam waktu secepatnya,” kata Acep. Namun kepada para pihak dia meminta untuk menahan diri dengan mengedepankan asas keadilan dan niat baik dari suatu proses penyelenggaraan dan penegakkan hukum. Diakuinya dalam proses eksekusi tersebut, terjadi wanprestasi atas perjanjian kridit dengan BPR Arthia Sere cabang Cirebon. ”Segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah ini perlu didalami. Mulai dari proses akad, kemacetan, lelang sampai eksekusi. Termasuk operasionalisasi bank tersebut di Kuningan yang konon berlokasi di Pasar Baru,” imbuhnya. Dari aduan sepihak, Acep menuturkan, proses pelelangan rumah Erna berkaitan dengan tenor waktu yang masih ada, yakni sampai 2014. terlebih di situ disebutkan bahwa, debitur pernah beriktikad baik untuk menyerahkan sebagian utangnya. ”Kita akan seriusi dan ikut menelusuri semua proses dari persoalan ini. Kebetulan kami (DPRD, red) punya anggota yang berlatar belakang perbankan,” ungkap Acep. Diakuinya, saat ini pengaduan baru sepihak. Tapi setelah dipelajari rupanya terdapat pula jawaban dari Komnasham atas aduan tersebut. Sehingga masalah ini menurutnya tidak boleh dianggap sepele. Hal itu juga menyangkut masyarakat Kuningan yang membutuhkan perlindungan. ”Sebetulnya utang Rp80 juta itu jangan terlalu seperti itu penyikapannya. Kalau ternyata keukeuh maka kami pun siap mengumpulkan kencleng (keropak, red) untuk melunasi utang debitur,” ketus salah seorang bacabup tersebut dengan nada kesal. Sementara itu, dari aduan korban eksekusi yang ditembuskan ke DPRD, terdapat beberapa pernyataan menarik. Di situ Erna menulis pernah dipanggail ke Pengadilan Negeri Kuningan untuk mediasi. Namun ternyata tidak dipertemukan dengan Egi Triyana, karyawan BPR selaku pemenang lelang. Alhasil, mediasi itu pun tidak ada titik temu. ”Ini keanehan yang sangat tidak masuk akal, bagaimana mungkin PN Kuningan yang menerima permohonan eksekusi dari Egy sampai tidak tahu alamatnya. Begitu pula pihak Bank BPR merahasiakan alamat Sdr Egy,” tutur Erna. Erna selaku debitur mencium indikasi pesekongkolan jahat antara BPR Arthia Sere dengan pihak KPKNL Cirebon. Oleh karenanya ia melakukan gugatan. Bahkan dalam lembaran surat yang ditembuskan ke DPRD, Erna melampirkan bukti kuitansi biaya panjer perlawanan senilai Rp 1 juta. Kuitansi tersebut tertanggal 26 April 2013, sedangkan eksekusi 28 April 2013. ”Seharusnya kalau sudah menerima panjer perlawanan, ada penangguhan eksekusi. Kemudian kalau keputusan sudah pasti, panjernya jangan diterima,” kata Acep. Pantauan Radar kemarin, rumah Erna benar-benar sepi. Pintu pagarnya digembok dengan pintu depan rumah terpalang kayu membentuk silang. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: