Pedati Gede Pekalangan, Dulu Terbakar, Sekarang Tersembunyi

Pedati Gede Pekalangan, Dulu Terbakar, Sekarang Tersembunyi

CIREBON-Yang tersisa saat ini, hanya separuhnya. Ia seperti terkukung di dalam bangunan berukuran kurang dari 60 meter persegi. Lokasinya yang di tengah permukiman, sulit diakses. Seolah menyembunyikan pedati yang disebut Herman de Frost sebagai Maha Karya Cirebon. Usia diperkirakan 700 tahunan. Namun, Pedati Gede Pekalangan masih kokoh berdiri. Tersimpan dalam sebuah bangunan di RW 05 Pekalangan Selatan. Sejarah mencatat, ukuran pedati jauh lebih besar dari yang ada saat ini. Tahun 1907, Pedati Gede Pekalangan sempat terbakar. Dari 12 roda, empat diantaranya terbakar. Yang tersisa tinggal puing-puingnya saja. Ukuran pedati yang tersisa saat ini, merupakan hasil rekonstruksi tahun 1993 yang dilakukan Herman De Vost. Yang ketika itu menjabat Direktur Museum Kereta-kereta Istana di Leiden, Belanda. Dari hasil penelitian Herman de Vost, panjang Pedati Gede Pekalangan diperkirakan mencapai 15 meter, lebarnya 2,5 meter dan 3 meter tingginya. Pedati menggunakan roda kayu sebagai alat geraknya. Kalau masih utuh, jumlanya 12 roda atau enam pasang. Masing-masing berdiameter 2 meter dan enam roda yang lainnya yang berukuran lebih kecil berdiameter 1,5 meter. Herman de Vost menyebut Pedati Gede Pekalangan merupakan maha karya asli dari kebudayaan Cirebon. Itulah yang menjadi latar alasan buat dia besedia melakukan konservasi. Dari upaya yang dilakukan, panjang pedati tersisa 8,9 meter saja. Dalam sejumlah literatur, terutama Gedenk Boek der Gemeente Cheribon 1906-1931 dikatakan bahwa pedati Gede Pekalangan dikemudikan dan dirawat oleh seorang juru mudi yang bernama Syeh Maulana. Oleh masyarakat adat Cirebon dikenal dengan nama Syeh Maulana dari Yaman yang bergelar Ki Gede Pekalangan Kemarin, saya bertemu dengan Taryi. Juru kunci Situs Pedati Gede Pekalangan. Usianya 69 tahun. Beliau yang sehari-hari mengurus pedati ini. Yang dahulu kepemilikannya turun temurun dari Pangeran Cakrabuana hingga zaman Kesultanan Sunan Gunung Jati di abad 15. Salah satu momen pentingnya adalah ketika Pedati Gede Pekalangan ikut ambil bagian dalam pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di tahun 1480. Pedati ini, dipakai untuk alat angkut bahan bangunan. Selain itu, pedati ini juga menjadi alat tansportasi ketika menginvasi Sakiawarman (adik kandung Prabu Punawarman dari Kerajaan Tarumanagara yang memberontak pada kakaknya) di Desa Girinata (sekarang wilayah Palimanan). Termasuk dalam alat transportasi untuk penyebaran Islam di Cirebon. Termasuk digunakan sebagai transportasi untuk menyiarkan agama Islam di sepanjang wilayah pantai utara seperti Jawa, Karawang, Indramayu, Tegal, Semarang, termasuk Cirebon dan lainnya. Dipercaya, Pedati Gede Pekalangan menjadi yang terbesar di Indonesia pada saat itu. Ukurannya, juga teknologinya melampaui kemajuan ketika itu. Namun, Maha Karya Kebudayaan Cirebon ini seolah silam ditelan zaman. Di era kolonial, lokasi Situs Pedati Gede Pekalangan berada di tengah-tengah hutan, membuatnya kurang terawat. Kemudian mengelami kerusakan karena kurangnya perawatan. Saat ini, Pedati Gede Pekalangan tersembunyi di tengah permukiman padat penduduk. Ini terjadi karena lahan hutan belantara tersebut pelan-pelan berubah menjadi perumahan. Usulan menjadikan Pedati Gede Pekalangan sebagai salah satu ikon untuk monumen Cirebon, tentu disambut baik Taryi. Dengan bentuk yang sedemikian megahnya, juga ukurannya yang besar, tentu akan menjadi daya tarik tersendiri. Namun, ia pun meminta agar tidak sekadar mengabadikannya dalam replika monumen. Saat ini saja, bangunan situs yang dicat merah bata mengalami kebocoran tiap hujan datang. Juga pintunya yang mengalami kerusakan. \"Sudah saya ajukan sebetulnya ke dinas pariwisata untuk perbaikan. Dari tahun lalu tapi sampai sekarang belum dapat juga,\" tambahnya. (myg/bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: