Pengelola Galian Argasunya Minta Solusi, Bukan Sanksi

Pengelola Galian Argasunya Minta Solusi, Bukan Sanksi

CIREBON-Surat Peringatan I dari Cabang Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Wilayah VII Provinsi Jabar, telah diterima Yayasan Albarokah Gunung Jati, sebagai pengelola sekaligus penanggung jawab revitalisasi eks galian tipe c. Ketua Yayasan Albarokah Gunung Jati, Solichin mengaku, surat tertanggal 7 Mei itu diterimanya pada Jumat (10/5) lalu, melalui pos bukan utusan langsung ESDM yang mengirimkannya. Ia pun bercerita latar belakangnya melakukan revitalisasi galian c di Kelurahan Argasunya. Aktivitas ini, dipaparkannya mulai beroperasi sekitar tahun 1970-an. Hampir semua penggalian dari yang manual sampai menggunakan alat berat beroperasi. Nah, dengan terbitnya Keputusan Walikota 16/2004, semua aktivitas dihentikan. \"Sekian tahun lamanya ditinggalkan jadi lahan kritis, tidak ada kemanfaatannya sama sekali,\" ujarnya. Melihat kondisi alam yang rusak, sebagai putra asli daerah dia terpanggil untuk merevitalisasi yang mulai akhir 2018. Dengan tentunya membuat Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang diketahui oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Di lokasi yang direvitalisasi sekaligus didirikan pondok pesantren yang akan digunakan sebagai sarana pendidikan keagamaan masyarakat sekitar. Yang dipertanyakannya dia ialah Dinas ESDM yang tidak pernah melakukan pengawasan, tapi tiba-tiba memberikan sanksi. “Jadi selama ini ke mana? Tidak memberikan tindakan atau sanksi pada waktu masih ramainya galian di sini. Setelah kami revitalisasi malah kena surat peringatan,” tuturnya. Diakuinya, memang ada hasil dari revitalisasi yang dikeluarkan dan dijual. Dan jual beli material galian itu yang ternyata dipersoalkan Dinas ESDM karena tidak adanya Izin Usaha Pertambangan (IUP) produksi. Tapi Solichin berdalih, penjualan material dilakukan untuk mendapatkan biaya operasional proses revitalisasi tersebut. Karena pihaknya tidak punya anggaran besar. \"Sekarang bisa dilihat, walaupun belum sepenuhnya selesai tapi sudah ada hasil penataan,\" ucapnya. Solichin meminta pihak ESDM jangan melihatnya sebagai kompetitor atau perusak lingkungan yang kemudian menjadi musuh bersama. Ia meminta duduk bersama dengan ESDM terkait persoalan ini dan mencari solusi. Sehingga tindakan yang diambil ESDM tidak bersifat sepihak. \"Kami lebih bisa menerima solusi dari pada sanksi. Karena sanksi tidak pernah memberikan solusi perbaikan lahan. Apa setelah kami angkat kaki dari sini kemudian kondisinya lebih baik,\" katanya. Solichin pun minta Kepala Cabang Wilayah VII ESDM Agus Zulkarnaen ST MT untuk datang berdiskusi dengannya. Mencari solusi bagaimana kelanjutan revitalisasi bisa berjalan tanpa melanggar peraturan. Juga tidak memberi justifikasi bersalah tanpa memberikan jalan keluarnya. Karena pada dasarnya pihak yayasan akan mentaati semua peraturan pemerintah. Terkait aktivitas di lokasi revitalisasi, Solichin menyebutkan prosesnya masih berjalan sampai hari ini. \"Kalau pemerintah menyatakan untuk dihentikan dan ditutup, kami siap. Tapi juga kami minta komitmen keras dari pemerintah untuk melanjutkan revitalisasi,\" tegasnya. Dalam surat yang diterbitkan Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Provinsi Jawa Barat, pengelola galian diberikan peringatan pertama. Surat bernomor 540/327-PAT/CD.VII tanggal 7 Mei 2019 ditandatangani Kepala Cabang Dinas ESDM wilayah VIII Cirebon, Agus Zaenudin ST MT. Isinya, surat peringatan pertama kepada Yayasan Al Barokah. Sebelumnya, Agus juga telah memberi penjelasan mengapa revitalisasi di lahan kritis eks galian c dipersoalkan. Ia tak mempersoalkan upaya rehabilitasi, tetapi aktivitas jual beli material hasil tambang menyalahi aturan. Berdasarkan pasal 105 UU 4/2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, bahwa yang dimaksud menjual mineral dan atau batubara yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUP operasi produksi untuk penjualan. Ketentuan ini juga berdasarkan pasal 79 butir a Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 2/2017 tentang pengelolaan pertambangan minerel dan batubara. Disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan pertambangan mineral dan batubara tanpa izin. Kemudian pada pasal 158 UU 4/2009 tentang pertambangan mineral, usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau UPK sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dapat dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Surat dari Cabang Dinas ESDM wilayah VIII Cirebon berisi penegasan kepada Ketua Yayasan Al Barokah Gunung Jati, Solichin untuk segera menghentikan kegiatan pengangkutan dan penjualan komoditas tambang keluar dari lokasi penataan. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: