Izin Tambang di Kota Cirebon Berpotensi Langgar SK Walikota

Izin Tambang di Kota Cirebon Berpotensi Langgar SK Walikota

CIREBON – Revitalisasi lahan eks galian tipe c dan pemanfaatannya masih menjadi polemik. Juga berpotensi melanggar Keputusan Walikota (Kepwak) 16/2004 terkait penutupan aktivitas galian, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cirebon. Apalagi bila aktivitas tersebut dilegalkan dengan pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi dan Produksi. Ironisnya, belum ada kesepahaman antar satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait dengan pemanfaatan lahan krisis eks galian. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bersikukuh dengan revitalisasi yang melibatkan pihak ketiga. Dilayangkannya Surat Peringatan (SP) pertama dari Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Provinsi Jawa Barat, direspons berbeda oleh Kepala DLH, Drs H RM Abdullah Syukur MSi. Ia meminta semua pihak untuk duduk bersama membahas persoalan ini, dan melakukan peninjauan langsung di lokasi. Menurut Syukur, SP penutup aktivitas pengangkutan dan penjualan material tambang itu adalah kewenangan pihak ESDM. Karena tentunya ESDM mempunyai penilaian tersendiri, sehingga aktivitas yayasan dianggap melanggar. Dengan tidak menempuh perizinan yakni izin usaha Pertambangan (IUP). Akan tetapi, dia menyarankan semua pihak yang terlibat, untuk duduk bersama menyikapi permasalahan ini. Dengan melakukan peninjauan langsung di lokasi. Membantu mencari solusi atas kondisi eks galian c yang merupakan lahan kritis. \"Saya tidak bermaksud mengintervensi kebijakan ESDM. Tapi seperti instansi pemerintah lainnya, mempunyai fungsi pembinaan,\" ujar Syukur, kepada Radar di kantornya, Selasa (14/5). Diceritakannya, kondisi eks galian c Argasunya sudah belasan tahun tidak terurus dan tidak mempunyai nilai tambah apapun. Baik secara keekonomian untuk masyarakat sekitar maupun pemerintah daerah. Untuk itu, dengan adanya yayasan yang mengajukan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) revitalisasi, pihaknya menyambut baik. Pasalnya dengan surat itu DLH bisa memonitor dan mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan dan dihasilkan. Syukur mempertanyakan fungsi pembinaan Cabang Dinas ESDM Wilayah VII selama ini. Ketika belakang ini ada yang beritikad baik merevitalisasi lahan kritis eks galian c, ESDM langsung memberikan SP1. \"Benar ada beberapa material yang diangkut dan dijual. Benar juga pengelola belum mengurus IUP. Seharusnya dilakukan pembinaan berkelanjutan,” katanya. Diingatkannya pula, selain permasalahan kerusakan lingkungan di sejumlah eks galian c, ada permasalahan sosial. Di mana masih banyak warga yang menggantungkan hidupnya pada lahan itu. Dan kemudian itu menjadi tugas pemkot untuk mencarikan solusi sekaligus mencari potensi. Terkait bila IUP keluar dan ada Keputusan Walikota 16/2004, menurut hematnya itu tidak menjadi persoalan. Dalam kondisi ini, IUP itu dalam hal pemanfaatan hasil dari akibat proses revitalisasi. Sedangkan kepwak menutup aktivitas galian c yang merusak lingkungan. Syukur mencontohkan, di lahan itu dilakukan pengurugan lubang-lubang bekas penambangan terdahulu. Urugan tersebut berasal dari tanah atau material disekitarnya tidak mengambil dari lokasi lain. Ada pula pembuatan terasering agar lahan tidak terlalu curam yamg berpotensi longsor. Dari proses itu, dihasilkan sisa material tanah, batu dan lainnya. Ini yang kemudian diangkut dan dijual. Hasilnya untuk operasional revitalisasi dan pembangunan ponpes yayasan mereka yang berada dilokasi  yang sama. Serta ada beberapa fasilitas umum yang dibangun. Kepala Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Jawa Barat, Agus Zulkarnaen ST MT menegaskan, pihaknya tidak mempersoalkan adanya revitalisasi. Justru yang menjadi pelanggaran adalah aktivitas penjualan material yang keluar dari lahan galian. Dia pun akan menerbitkan surat peringatan kedua, bila pengelola tidak menghentikan aktivitas pengangkutan dan penjualan material tambang. “Kalau mau revitalisasi silakan, kami tidak menghalangi,” kata Agus. Seperti diketahui, pengelola lahan galian c di Kelurahan Argasunya, Yayasan Al Barokah Gunung Jati belum mengantongi IUP operasi dan produksi. Padahal dalam aktivitas penambangan yang diklaim revitalisasi lahan kritis, juga terjadi jual beli material galian. Agus kembali menegaskan, tidak menghalangi revitalisasi dan tidak mempersoalkannya. Karena pengelola juga mengantongi izin SPPL dari DLH. Yang dipersoalkannya ialah aktivitas jual beli material galian yang seharusnya mengantongi IUP. \"Kalau tidak berizin berarti ilegal,\" tegasnya. Bila dalam waktu yang ditentukan pihak yayasan belum mengurus perizinan dan aktivitas tersebut masih berlangsung, pihaknya akan melayangkan SP 2. Bila masih membandel, tim ESDM akan mengambil opsi penutupan paksa. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: