Pekerja Sedot WC Demo, Minta Walikota Buka Lagi Kolam Pembuangan Limbah

Pekerja Sedot WC Demo, Minta Walikota Buka Lagi Kolam Pembuangan Limbah

CIREBON-Demo ini berbeda dari yang lainnya. Massa yang demo adalah pengusaha dan pekerja sedot WC. Mereka mendatangi Balaikota Cirebon di Jl Siliwangi, Senin (20/5). Sedikitnya 8 truk tangki diparkir di depan balaikota. Tentu ini menarik perhatian pengguna jalan yang lewat. Perwakilan pengusaha sedot WC, H Dadang mengatakan aksi mereka dilatarbelakangi pelarangan dari Pemkot Cirebon untuk membuang limbah sedot WC ke kolam pembuangan. Baik yang ada di CUDP Kesenden, Ade Irma, maupun Perumnas Rinjani. Ia mempertanyakan pelarangan ini. Karena, kata Dadang, peruntukan kolam-kolam itu sudah jelas. Salah satunya untuk pembuangan limbah WC. Dan, pihaknya tidak asal  membuang tinja atau kotoran manusia itu. Ada prosedur yang ketat sehingga tidak akan menimbulkan polusi yang mengganggu kenyamanan warga. “Kita ada prosedurnya. Mulai penyedotan, pengangkutan, sampai pembuangan, diminimalisir kebocoran,” ungkapnya kepada Radar Cirebon. Diceritakannya, lokasi pembuangan limbah tinja sebelumnya di CUDP Kesenden, kemudian berpindah ke area Ade Irma dan terakhir di Rinjani. “Terakhir kami membuang limbah ke Rinjani. Kami melakukan apa yang diwajibkan kepada kami. Tetapi entah kenapa saat itu (tiga tahun yang lalu) pihak PDAM mengatur bahwa kami tidak dapat lagi membuang limbah di situ,” ungkapnya di lokasi demo. Setelah itu, lanjut Dadang, pihaknya menemukan tempat pembuangan lain di lokasi yang sedikit jauh, yakni di wilayah Cangkring, Plered, Kabupaten Cirebon. Namun seiring berjalannya waktu, di lokasi itu pun dilarang dengan alasan limbah yang dibuang berasal dari Kota Cirebon. “Sekarang kami bingung, buang ke mana? Kami mohon kebijakan atau rekomendasi walikota untuk tidak lagi melarang kami membuang limbah di lokasi yang pernah ada. Tentu dengan aturan dan retribusinya kami siap,” tegas Dadang. Sekda Kota Cirebon Asep Deddi yang ditemui koran ini mengakui para pengusaha sedot WC melakukan demo karena kesulitan membuang tinja. “Bisa nyedot tapi tidak bisa buang. Ini penting disikapi, apalagi ini penting bagi masyarakat,” katanya. Sekda berharap UPT UPT Pengelolaan Air Limbah bisa mengatur pembuangan sedot tinja ini ke kolam limbah yang bisa langsung diolah dan ada pemrosesan. “Jangan sampai mengganggu masyarakat. Ini sebenarnya bagian dari pelayanan masyarakat. Apalagi membantu dari sisi kesehatan dan lingkungan. Kalau diolah di CUDP itu lebih aman dan standar. Kalau tidak disedot malah bahaya. Kalau dibuang di CUDP, maka bisa langsung diolah. Surat rekomendasi (pembuangan sedot tinja) akan diterbitkan nanti dari PU,” tandas sekda. Terpisah, Dirut Perumda Tirta Giri Nata (PDAM) Sofyan Satari mengatakan secara prinsip pihaknya sudah tidak berkewenangan lagi mengelola kolam pembuangan atau oksidasi. Pria yang akrab Opang ini juga mengungkapkan, penyerahan ini sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2017 terkait Perubahan Perda Nomer 4 Tahun 2012 tentang PDAM Kota Cirebon. Dibeberkannya, pada ketentuan peralihan pasal 65 Perda Nomor 4 Tahun 2017, dijelaskan pengalihan pengelolaan air limbah dari PDAM kepada DPUPR. Paling lama dua tahun mulai perda berlaku. Dalam jangka waktu tersebut dilakukan penyelesaian pelimpahan sarana dan prasarana serta dokumen oleh pihaknya. “Dalam hal ini kami sudah menyerahkan ke UPT Pengelolaan Air Limbah DPUPR. Memang sejak dikeluarkannya perda itu ada proses  pendampingan selama dua tahun. Dan berakhir Agustus tahun ini,” ungkapnya. Dikonfirmasi terpisah, Kepala UPT Pengelolaan Air Limbah Kota Cirebon Zainal, menjelaskan, informasi yang didapatkannya pelarangan itu karena adanya keluhan dari warga sekitar kolam, terkait polusi bau yang ditimbulkannya. Ini dilakukan sejak masih dalam kewenangan PDAM. Zainal menyebutkan, sementara ini dirinya belum mempunyai kewenangan penuh mengelola kolam oksidasi itu. Karena masih proses transisi maupun pendampingan dari PDAM. Tapi bila dari pimpinan memerintahkan pembukaan kembali kolam itu, maka akan dia buka kembali. “Kami belum punya kewenangan. Tapi struktur UPT sudah ada sesuai Perwali Nomor 68 Tahun 2016. Jadi ini tergantung kebijakan atasan. Bila harus dibuka, ya kami akan buka,” tegasnya. Dihubungi terpisah, Bagian Aset Daerah BKD Kota Cirebon Sigit Raharjo, manambahkan, aset kolam oksidasi yang dulu dikelola PDAM secara sah sesuai perda sudah diserahkan kepada DPUPR. Dalam perda itu juga disebutkan masa transisi atau pendampingan selama dua tahun, sampai Agustus 2019. “Setelah diperiksa BPKP, aset sudah diserahkan kepada PUPR. Memang ada beberapa pemisah aset, tidak semuanya diserahkan kepada PUPR, tapi tidak mengurangi kewenangan pengelolaan kolam itu. Jadi sebenarnya tidak ada permasalahan kewenangan lagi. Sudah jelas itu,” tandasnya. (gus/abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: