Deadline 45 Hari, Permintaan DPRD kepada Pemprov Jabar soal Catatan BPK-RI

Deadline 45 Hari, Permintaan DPRD kepada Pemprov Jabar soal Catatan BPK-RI

BANDUNG – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Jawa Barat mengundang Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Jawa Barat dan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menggelar rapat koordinasi. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut hasil Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2018 yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) perwakilan Jawa Barat dalam rapat paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat (28/5). BPK-RI memberikan sejumlah catatan, meski meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Apa yang dianggap catatan oleh BPK, berarti temuan. Oleh karena itu, secara aturan perundang-undangan, harus segera diselesaikan. Makanya, kita undang pihak eksekutif untuk mengetahui sejauh mana progresnya menanggapi catatan BPK tersebut,” kata Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Irfan Suryanagara yang memimpin rapat kemarin. Menurutnya, legislatif akan mengawasi dan mengawal proses penyelesaian tersebut. Makanya, hasil rapat tersebut merekomendasikan pihak eksekutif untuk menyesaikan dalam waktu 45 hari kerja. “Kami minta apa yang menjadi catatan BPK segera dikerjakan dan diselesaikan dalam waktu 45 hari kerja,” tuturnya. Anggota Banggar DPRD Provinsi Jawa Barat, Drs Daddy Rohanady menambahkan, ada sekitar Rp26 miliar yang harus segera diselesaikan oleh para dinas yang mendapatkan catatan dari BPK. Dari nominal tersebut, yang paling tinggi adalah Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat sekitar Rp20 miliar yang harus dikembalikan kepada kas negara. “Pak Koswara sebagai kepala dinas langsung berbicara, step by step-nya tengah dicanangkan, termasuk schedule-nya akan diserahkan kepada dewan. Artinya, solusinya sudah dan disepakati pihak ketiga,” imbuhnya. Yang terpenting bagi legislatif, time schedule-nya jelas dengan sejumlah langkah-langkah konkrit. “Clear, masing-masing pihak, siapa-siapanya melakukan apa, itu jelas. Sehingga, kita tahu solusi dari masalah ini apa, karena yang kita cari adalah solusi,” tambah politisi Partai Gerindra ini. Selain Dinas Bina Marga, Daddy menyebutkan dinas lain yang mendapatkan catatan oleh BPK-RI. Antara lain Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Permukiman dan Perumahan, serta Dinas Pendapatan Daerah. “Kita berharap, dalam waktu 45 hari semua catatan dari BPK diselesaikan. Banggar minta soal matrix dari masing-masing item dan time schedule karena mau kita pantau agar penyelesaiannya bisa lebih cepat,” sebutnya. Sementara, anggota Banggar lainnya, Drs KH Habib Syarief Muhamad memaparkan, rekomendasi atau catatan yang diberikan oleh BPK-RI dikembalikan kepada masing-masing dinas. Artinya, apakah ingin direspons secara serius atau hanya asal-asalan. “Provinsi ini punya APBD dan bantuan yang besar, masa tidak bisa menyelesaikan apa yang direkomendasikan BPK? Maka, jangan sampai lepas tangan, karena tidak jarang ini sering terjadi keterlambatan, sehingga menyebabkan telatnya penyelesaian,” paparnya. Politisi PPP ini meminta dinas-dinas untuk lebih teliti dalam menyajikan laporan keuangan, termasuk dalam menyelesaikan catatan-catatan dari BPK-RI tersebut. “Kita berharap jangan sampai berakhir pada persoalan hukum. Karena, bagaimanapun juga, jika opini kita sudah WTP, takkala hasil akhirnya pada persoalan hukum, nanti akan mengurangi penilaian,” harapnya. Sebelumnya, Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Jawa Barat, Arman Syifa mengatakan kepada sejumlah wartawan usai menyampaikan LHP atas LKPD tahun anggaran 2018 di gedung DPRD Provinsi Jawa Barat pada Selasa (28/5) lalu. Meski mendapatkan opini WTP, dalam melakukan pemeriksaan, BPK mempunyai batas materialitas. “Jadi ada toleransi kesalahan yang bisa kami tolelir. Tapi, kami tetap memberikan sejumlah catatan yang harus diselesaikan,” katanya. Pertama, terkait pengelolaan kas, pihaknya menilai bahwa ketatan terhadap azaz. Seperti ada kebijakan agar belanja kegiatan menggunakan transaksi nontunai, tapi ada beberapa OPD yang menggunakan transaksi tunai untuk pelaksanaan kegiatan. “Ini akan meningkatkan risiko terjadi penyimpangan. Bahkan ada bendaharawan yang menyebabkan ketekoran kas, tapi sudah dikembalikan. Artinya, sudah tidak terjadi ketekoran kas,” ucapnya. Kedua, BPK menyoroti adanya pelaksanaan angaran berupa belanja modal pekerjaan jalan yang masih bermasalah. Mereka melihat dari mulai proses perencanaan, kemudian persiapan pelaksanaan sampai pelaksanaan dan pertanggungjawabannya bermasalah, sehingga menyebabkan kerugian. Tapi, kerugian ini sudah dipulihan dalam arti sebagian dikembalikan ke kas daerah dan sebagian mendapatkan Surat Ketetapan Pertanggungjawaban Mutlak (SKPJM). “Artinya, kesediaan untuk pihak-pihak terkait untuk mengembalikan dikemudian hari sehingga menjadi bahan kami untuk mengkoreksi laporan keuangan yang mereka sajikan,” imbuhnya. Ketiga, BPK juga menemukan permasalahan terkait aset, baik masalah penilaian, keberadaan dan penyajian laporan keuangan. “Meski lebih baik dari tahun lalu, kami minta  pemprov untuk terus meningkatkan penyelesaian permasalahan aset,” tambahnya. Catatan keempat BPK yakni terkait mengenai Bantuan Operasional Sekolah  (BOS). Arman menjelaskan jika BPK menemukan pengelolaan BOS disekolah-sekolah ada beberapa yang melanggar ketentuan sehingga menumbulkan kekurangan kas. “Tapi, lagi-lagi itu sudah dibuat SKPJM-nya. Bendahara dan pihak terkait sudah sanggup untuk mengembalikan. Kami tekankan pemda untuk memperbaiki dan mengawasi,” jelasnya. Meski tidak berdampak pada laporan keuangan secara keseluruhan, pihaknya tetap menekankan kepada pemerintah provinsi untuk memperhatikan hal tersebut. “Kami mendengar Pemprov Jabar sudah ada Biro Khusus Pengadaan Barang dan Jasa, kami dorong agar diefektifkan, karena dengan begitu kesalahan-kesalahan yang tadi bisa diperbaiki,” pungkasnya. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: