Ancaman Gagal Panen, Pasokan Air Berkurang Petani Andalkan Gilir Air dan Pompa

Ancaman Gagal Panen, Pasokan Air Berkurang Petani Andalkan Gilir Air dan Pompa

MAJALENGKA- Para petani di Kabupaten Majalengka terancam gagal panen. Meski baru memasuki musim kemarau, kekeringan sudah terjadi di mana-mana. Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Majalengka, Kusnadi menyebutkan, kekeringan menjadi salah satu ancaman nyata bagi para petani. Untuk itu ia berharap pihak terkait turun tangan untuk membantu mengatasi persoalan ini. “Kondisi petani sekarang keteteran. Apalagi dengan kesulitan air untuk sektor pertanian,” keluhnya. Seorang petani Kecamatan Majalengka, Ade menuturkan, sudah banyak sawah yang mengalami kekeringan. Biasanya petani mengandalkan air sungai dan hujan untuk mengairi sawah. Namun saat ini mereka mengandalkan gilir air dan pompa. Bahkan dirinya sejak Minggu sore sudah menunggu gilir air untuk sawahnya. Namun hingga Senin pagi, air tidak sampai ke sawahnya. “Saya dari kemarin sore, sampai pagi tadi tidak tidur dan menunggu di sawah. Namun airnya tidak ada,” terangnya. Sementara petani lainnya, Dani menuturkan untuk mengairi sawahnya dirinya menggunakan pompa air. “Kebetulan usia padi saya masih kecil, sehingga masih banyak memerlukan air. Jadi saya menggunakan pompa air. Dalam sehari saya bisa mengeluarkan uang Rp40 ribu untuk membeli bensin. Sedangkan pompanya saya pinjam dari keluarga yang lainnya,” tuturnya. Pantauan Radar, sawah di beberapa wilayah Majalengka kekeringan. Diantaranya Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Panyingkiran, Palasah, Dawuan, Ligung, Kertajati, Sumberjaya dan Jatitujuh. Ujang, petani di Desa Beber kecamatan Ligung misalnya. Ia sudah dua kali mengoperasikan pompa air untuk mengairi sawahnya yang mulai mengering. Permukaan sawahnya sudah mulai retak. Jika dibiarkan, tanaman yang berumur kurang dari dua bulan itu akan kering dan mati. “Seminggu sekali saya memompa air dari sungai sejauh 200 meter. Sekarang sudah dua kali nyewa. Karena cuacanya panas, air cepat mengering,” ungkapnya. Hal yang sama dilakukan Mustakim. Ia yang mengelola sawah seluas 600 bata sudah dua minggu tidak mendapat air. Akhirnya dia menyewa pompa selama sehari semalam untuk mengairi areal sawah. Menurutnya, biaya produksi di musim tanam kedua ini menurutnya cukup mahal. Selain pupuk dan pestisida ada biaya tambahan yakni sewa pompa seharga Rp200.000. itu belum ditambah solar dan operator. “Biaya produksi dengan hasil yang diperoleh sebetulnya tidak sebanding jika harga gabah yang terus turun. Tapi kalau sekarang tidak ditolong melakukan pengairan dengan pompa, akan lebih rugi lagi,” kata dia. Ia menyebutkan, satu pompa menurutnya mampu mengairi areal sawah seluas 30 hingga 40 hektare. Sumber airnya berasal dari saluran induk Sindupraja yang berasal dari Bendung Rentang. Air dari pompa dialirkan melalui pipa karet berukuran besar, setelah itu disalurkan melalui saluran air yang sudah tersedia. Pompa dioperasikan 24 jam dengan empat tenaga kerja. Para pekerja juga berjaga 24 jam di sawah, terus memeriksa seluruh areal sawah yang menjadi tanggung jawabnya. Sementara Kepala Desa Karyamukti Kecamatan Panyingkiran, Moh Bunyamin Khan menyebutkan dirinya harus turun ke sawah untuk memantau pasokan air ke sawahnya yang mengandalkan pompa. “Alhamdulilh dengan 2 pompa 24 Pk bisa mengatasi kebutuhan air di dua blok,” ujarnya. (ara)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: