Soal Lahan DKPP, Tempuh Jalur Hukum

Soal Lahan DKPP, Tempuh Jalur Hukum

BANDUNG – PemerintahDaerah Provinsi (Pemdaprov)Jawa Barat,tidak akan menyerah begitu saja terkait sengketa lahan dan bangunan Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) di Jalan Ir H Juanda Nomor 358, Dago, Kota Bandung. Pemda prov siap menempuh jalur hokum guna menemukan titik temu atas sengketa tersebut. Asisten Bidang Administrasi Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Dudi Sudrajat Abdurachim mengaku, Kamis pagi (20/6) telah melakukan pertemuan dengan kuasa hukum ahli waris. Namun, sesuai dengan prediksinya, pertemuan tersebut berakhir deadlock karena tuntutan dari pihak ahli waris dianggap tidak masuk akal oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. “Intinya, kami (Pemerintah Daerah ProvinsiJawa Barat,red) juga,buat apa mempertahankan hak orang jika tidak punya kekuatan hukum yang kuat. Tapi, kami jelas-jelas punya sertifikat tanah dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kami yang mengurusnya,” ucapnya dalam konferensi pers yang berlangsung di Ruang Rapat Ciremai Gedung Sate, Bandung, Kamis sore (20/6). Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tidak serta merta bisa memberikan asset tersebut, tanpa ada penggantinya. Apalagi, gubernur tidak bisa memutus secara sepihak, karena harus ada persetujuan DPRD Provinsi Jawa Barat.“Tentu, jika tanpa ada pengganti merugikan negara. Kami ingin segara selesai, biar jelas itu lahan dan bangunan itu milik siapa, maka bisa ditempuh melalui jalur hukum,” imbuhnya. Kepala Biro Hukum dan HAM Setda Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Eni Rohyani mengatakan, yang menjadi tuntutan mereka dalam pertemuan tersebut adalah pihak DKPP diminta segera untuk mengosongkan kantor. Tapi, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat  yang mempunyai sertifikat dan mengaku tidak pernah ada putusan pengadilan yang membatalkan atau mencabut. Maka, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat punya alas an dan hak untuk tidak memenuhi tuntutan ahli waris atau pihak yang diberikuasa. “Sertifikat itukan dokumen berkekuatan hokum tertinggi, sepanjang belum ada ketetapan pengadilan yang menyatakan sebaliknya. Maka, kami dianggap sebagai pemilik yang sah,” katanya saat mendampingi Dudi Sudrajat Abdurachim dalam konferensi pers tersebut. Apa bila ada yang mengaku punya putusan pengadilan terkait sengketa lahandanbangunan tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat juga punyaputusanpengadilan.“Itulah yang tadi diperdebatkan, karena dua-duanya punya landasan hukum. Oleh sebab itu, kami tidak mungkin memberikan konpensasi karena salah apa lagi kita punya bukti sertifikat,” tambahnya. Maka, dia menegaskan, tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah ini kecuali menggunakan jalur hukum. Sebab, forum satu-satunya yang bisa menyelesaikan masalah ini adalah pengadilan. “Mereka menggugat kami melalui PTUN. Kami juga bisa menggungat putusan dari  PTUN  tersebut melalui PK dalam waktu dekat,” tegasnya. Terkait dengan rencana aksi pendudukan dari pihak ahli waris, pihaknya akan melakukan upaya maksimal untuk mengamankan asset tersebut. “Kami sudah meminta bantuan kepada aparat penegak hokum dan Satpol PP untuk menjaga bangunan dari pendudukan,” ungkapnya. Apabila melihat dari aspek sejarah, diakui oleh Eni wajar apabila lahan dan bangunan tersebut menjadi sengketa yang rumit dan sulit terurai. Awal mula sengketa adalah gugatan Ny Rd Anon Sari banon binti Toha yang mengaku sebagai ahli waris Rd Adi Koesoemah pada 26 Agustus 1989. “Namun, pada 27 September 1990, Pengadilan Negeri Klas  1A Bandung menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima,” ucapnya. Lalu,  putusan itu akhirnya menjadi kekuatan hokum tetap atau inkracht, karena, lanjut dia, penggugat tidak menyatakan banding. Meski demikian, penggugat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Pengadilan Negeri Bandung. “Mahkamah Agung  (MA) melalui putusan No.444.PK/Pdt/1993 tertanggal 29 April 1997 mengabulkan permohonan PK penggugat,” imbuhnya. Namun, sebelum putusan tersebut keluar, Eni menjelaskan, Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung, H Rusmadi Murad menerbitkan sertifikat hak pakai No 17/Kelurahan Dago GS tanggal 20 Januari 1994 No.650/1994 luas 2.910 meter persegi atas nama Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat cq. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan. “Dari aspek yuridis, sertifikat adalah dokumen berkekuatan hokum tertinggi dalam hal kepemilikan lahan. Bahkan, kami (Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat,red) sudah punya IMB yang  dikeluarkan oleh Walikota Bandung bernomor 503.641.6/SI-7460/Dpbtahun 1996. Maka, dengan IMB  ini, kata dia, legalitas kantor  DKPP  Provinsi Jawa Barat tidak diragukan lagi,” jelasnya. Terkait adanya putusan MA Nomor 444 PK/Pdt/1993 tertanggal 29 April 1997, dia kembali menjelaskan bahwa hal itu keluar dengan bersandar pada beberapa pertimbangan hukum. Namun, ada beberapa pertimbangan yang tidak sesuai dengan objek yang disengketakan. Dalam putusan MA tersebut yang menjadi objek lahan dan bangunan merujuk pada tanah persil 46 D.III.Sedangkan, dalam sertifikat hak pakai No.17/Kelurahan Dago GS tanggal 20 Januari 1994 No.650/1994 luas 2.910 meter persegi atas nama Pemerintah Provinsi  Daerah Tingkat I Jawa Barat cq. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan berasal dari persil 24 D.I. “Tak heran jika terjadi sengketa. Tapi, Ketua PN Bandung telah menerbitkan penetapan yang intinya eksekusi putusan PK dari MA Nomor 444 PK/Pdt/1993 tidak dapat dilaksanakan dan hasilnya sudah dilaporkan dan dibenarkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat serta MA. Maka, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat bersikukuh atas hak lahan dan bangunan DKPP, meski pada 30 April 2014 Ketua Pengadilan Negeri Bandung mengeluarkan surat yang memerintahkan panitera untuk melaksanakan eksekusi pengosongan dan penyerahan lahan dan bangunan DKPP kepada penggugat,” jelasnya lagi. Seperti yang disampaikan oleh Asisten Bidang Administrasi Sekretariat Daerah ProvinsiJawa Barat, pihaknya pun sepakat agar penyelesaian sengketa ini pada jalur yuridis atau pengadilan, bukan forum atau arena lain. “Mari kita berdebat secara yuridis, sampai salah satu pihak akhirnya dinyatakan yang paling berwenang dan berhak atas penguasaan lahan dan bangunan DKPP,” pungkasnya.(jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: