Komnas HAM Verifikasi dan Dalami 50 Video Kerusuhan 21-23 Mei

Komnas HAM Verifikasi dan Dalami 50 Video Kerusuhan 21-23 Mei

JAKARTA-Saat menerima perwakilan dari 20 orang perwakilan dari Gerakan Kedaulatan Rakyat dan Kemanusiaan di kantornya di Jakarta, Jumat (28/6), Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menjelaskan lembaganya telah membentuk sebuah tim sendiri - tanpa bergabung dengan tim dari lembaga atau organisasi lain - demi menjaga independensi Komnas HAM. Anam menegaskan tim tersebut dibentuk segera setelah kerusuhan terjadi dan sudah terjun ke lapangan untuk menyelidiki seputar kejadian itu. Ditambahkannya, tim investigasi Komnas HAM juga telah mengunjungi rumah beberapa keluarga korban tewas dalam kerusuhan, termasuk Harun. Tim investigasi Komnas HAM telah memperoleh sekitar 50 rekaman video terkait kerusuhan 21-23 Mei lalu. Saat ini tim dalam tahap memverifikasi sekaligus mendalami video-video tersebut. Proses inilah yang menurut Anam memakan waktu panjang. Tim investigasi Komnas HAM diberi mandat tiga bulan untuk menyelesaikan penyelidikannya. \"Bedanya penegakan hukum 1998 misalnya dengan saat ini, tahun 1998 narasi kebenarannya bisa tunggal karena orang nggak tahu. Tapi saat ini narasi kebenaran bisa banyak karena semua pegang HP dan bisa membuat video masing-masing. Makanya kami dapat banyak video, 50 lebih,\" kata Anam. Dalam audiensi tersebut, perwakilan Gerakan Kedaulatan Rakyat dan Kemanusiaan mendesak Komnas HAM berani mengungkapkan siapa sebenarnya dalang kerusuhan 21-23 Mei. Mereka juga menuntut Komnas HAM bekerja dengan cepat. Tim investigasi Komnas HAM pada 22 Mei telah turun langsung ke rumah-rumah sakit untuk mencari identitas korban dan mengorek informasi seputar kerusuhan. Dalam penyelidikannya, tim Komnas HAM dibantu oleh mantan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa Soal Palestina Makarim Wibisono dan mantan Pelapor Khusus PBB Urusan Rohingya Marzuki Darusman. Menurut Anam, Komnas HAM adalah pihak yang pertama kali menyatakan ada penggunaan peluru tajam dalam kerusuhan 21-23 Mei lalu tersebut. Karena itu, Komnas HAM akan menyelidiki siapa pengguna peluru tajam itu. Lebih lanjut Anam mengungkapkan korban tewas dalam kerusuhan berjumlah sepuluh orang, terdiri dari sembilan korban di Jakarta dan satu korban lainnya di Pontianak, Kalimantan Barat. Dari kesepuluh korban itu, ditemukan proyektil peluru tajam di jasad dua korban. Selain memusatkan perhatian pada kematian, penyelidikan oleh tim Komnas HAM juga fokus pada kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Komnas HAM juga menemukan adanya tekanan terhadap keluarga korban agar tidak melapor atau membongkar penyebab kerabat mereka luka atau meninggal. Komnas HAM juga menemukan ratusan orang ditahan, meskipun kini sudah mulai dibebaskan. Dari 70 orang yang dilaporkan hilang, 40 di antaranya sudah diketahui keberadaannya. Komnas HAM akan pula mendalami apakah aparat keamanan ketika menangani unjuk rasa sudah sesuai atau melanggar prosedur. Kuasa hukum Gerakan Kedaulatan Rakyat dan Kemanusiaan Ahmad Yani mengatakan pihaknya mendatangi kantor Komnas HAM untuk menindaklanjuti laporan yang telah disampaikan para aktivis dan keluarga korban kerusuhan 21-22 Mei. \"Kita juga ke sini meminta kepada Komnas HAM sebagai institusi resmi negara untuk dapat melakukan penyelidikan atas peristiwa meninggalnya 600 orang lebih dan ribuan orang yang masuk rumah sakit, yang sampai saat ini belum jelas,\" ujar Yani. Menurut Yani, kalau nantinya hasil investigasi Komnas HAM menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM dalam kerusuhan 21-23 Mei lalu, maka Komnas HAM harus segera mendorong hasil tersebut ke Kejaksaan Agung tuntuk segera dibentuk pengadilan HAM. Di antara mereka yang ikut dalam audiensi itu adalah Arpah Yuril, ibu dua anak yang suaminya, Zukarnain, masih ditahan di Markas Kepolisian Resor Jakarta Barat tanpa tuduhan jelas. Menurutnya, Zulkarnain dipindahkan dari Rumah Sakit Polri ke tahanan. Perempuan berjilbab ini memang bisa menjenguk suaminya di tahanan, namun tidak bisa bertemu secara leluasa. Keduanya hanya dapat berkomunikasi melalui lubang kecil dalam sel. Dari keterangan polisi, lanjut Arpah, suaminya itu sudah diberi pengacara tapi ia sendiri tidak pernah bertemu dengan pengacara yang dimaksud. Menurutnya, selama ditahan, suaminya juga mendapat siksaan. \"Katanya banyak juga dilakukan kekerasan sampai tangan suami saya itu dimartil pakai palu kalau nggak mengaku. (Dia) dipaksa harus mengaku walaupun tidak kita lakukan. Kalau nggak mau mengaku, dipukul pakai palu,\" tutur Arpah. Arpah mengaku suaminya itu termasuk relawan medis dari Rumah Aspirasi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan berada di sekitar lokasi unjuk rasa pada 21 Mei lalu. Sejak suaminya ditahan, Arpah mengaku keluarganya jadi terlantar. Anak sulungnya berhenti sekolah padahal sedianya tinggal melanjutkan ke SMA. Mereka juga sudah diusir dari rumah kontrakan di daerah Tangerang karena tidak kuat membayar uang sewa. Arpah bahkan mengaku kini hanya mampu membeli setengah liter beras atau membeli tepung untuk makan sehari-hari. Ketika perwakilan mereka sedang berdialog di dalam, seratusan massa Gerakan Kedaulatan Rakyat dan Kemanusiaan berunjuk rasa di luar kantor Komnas HAM sambil mengibarkan bendera kuning, tanda berkabung.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: