Pihak Ketiga Wajib Miliki Legal Standing dan Relevansi dalam Sengketa Aset Negara
KOTA BANDUNG - Kehadiran dan tekanan pihak ketiga, di luar penggugat dan tergugat atau pemohon dan termohon, dalam sengketa aset negara kerap memperkeruh situasi. Akhirnya, sengketa pun sulit mencapai titik penyelesaian. Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan A Joni Minulyo mengatakan bahwa pihak ketiga yang hadir sudah seharusnya mempunyai legal standing atau relevansi dengan sengketa. Baik penyelesaiannya lewat jalur pengadilan ataupun di luar pengadilan. “Pihak lain bisa dilibatkan sepanjang memiliki relevansi. Sepanjang punya legal standing, sepanjang punya kekuatan hukum,” ucapnya dalam acara Forum Discussion Group dengan topik Strategi Pengamanan Aset Negara Ditinjau dari Aspek Yuridis dan Administrasi Negara di Gedung Indonesia Menggugat, Kota Bandung, Selasa (16/7). Baca: Koridor Hukum Penyelesaian Sengketa Aset Negara Menurut Joni, pihak lain yang mempunyai legal standing atau relevansi dapat menjadi saksi fakta atau saksi ahli. Jika menjadi saksi fakta, pihak bersangkutan harus menceritakan apa yang dilihat dan didengarkan terkait aset yang menjadi sengketa. “Saksi fakta harus menceritakan kejadian. Begini-begini. Lalu, ada saksi lain enggak? Karena satu orang saksi, bukan saksi. Jadi harus ada saksi lain yang mendukung. Ada efeknya tentang bukti dan dalil yang dikeluarkan. Itu tentang kedudukan kelompok. Kalau ditanya, jawabannya enggak tahu. Wah gawat, tahu enggak kepentingannya dalam kasus,” katanya. Terkait saksi ahli, kata Joni, pihak ketiga harus dapat memberikan keterangan berdasarkan pengetahuan. Menurutnya, saksi ahli tidak perlu melihat dan mendengar kondisi aset yang menjadi sengketa secara langsung, tetapi pendapatnya tetap mendapatkan kedudukan di mata hukum. Karena itu, Joni menyatakan bahwa pihak ketiga yang tidak mempunyai legal standing atau relevansi, tetapi ikut serta dalam sengketa aset negara, maka pihak tersebut tidak bisa memengaruhi keputusan, baik di jalur pengadilan maupun luar pengadilan. “Kalau menyelesaikan ke pengadilan, kita percaya kepada pengadilan. Tapi, kalau di luar pengadilan, melalui musyawarah atau melalui arbitrase, maka harus percaya bahwa kita dapat menyelesaikan dengan damai,” tutupnya. (jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: