Warga Tionghoa di Pecinan Jamblang yang Makin “Punah” Pilih Merantau di Luar Kota

Warga Tionghoa di Pecinan Jamblang yang Makin “Punah” Pilih Merantau di Luar Kota

Kawasan Pecinan Jamblang pernah berjaya pada masanya. Lebih dari setengah abad lalu, banyak berjejer toko mas di kawasan yang sekarang dikenal dengan bangunan tuanya itu. Namun, kini penduduknya kian menyusut. Hanya tinggal beberapa saja. Itu pun, rata-rata warga keturunan Tionghoa dengan usia senja. SEORANG warga yang rumahnya tidak jauh dari Klenteng Jamblang, Hermanto (70) kepada Radar Cirebon membeberkan, keturunan penduduk asli Tionghoa di kawasan Pecinan Jamblang lebih memilih merantau. Penyebabnya, mereka merasa wilayah Kota/Kabupaten Cirebon, minim peluang untuk mendapatkan penghasilan lebih. Termasuk ketiga anak Hermanto yang kini merantau di Semarang. \"Begitupun ketika anak-anak kita berkeluarga dan melahirkan. Mereka kebanyakan ya tinggal di tempat perantauannya. Sekitar 40 tahunan yang lalu masih ramai. Semakin bertambah tahun, semakin sedikit. Hanya tinggal yang tua-tuanya saja. Anak-anak dan cucu mereka pada merantau,\" ungkap Hermanto belum lama ini. Bangunan-bangunan tua, masih kokoh berdiri. Namun kusamnya cat tembok dan tumbuhnya rumput-rumput liar, menandakan usia bangunan yang telah beratus-ratus tahun. Beberapa di antara rumah tua, masih berpenghuni. Namun aktivitas atau keseharian mereka, seperti jarang terlihat. Seperti diketahui, Juni 2019 lalu, Pemerintah Kabupaten Cirebon secara resmi menyatakan kawasan Pecinan Jamblang sebagai destinasi wisata. Namun peresmian tidak menjadikan kawasan tersebut ramai untuk dikunjungi. Kondisinya relatif sama seperti belum dilakukan peresmian. Walau pun itu saat Sabtu atau Minggu. \"Sudah tidak ada regenerasi di sini. Makanya kuburan juga nggak penuh-penuh,\" canda Hermanto. Tepat di depan Vihara Dharma Rakhita, ada sebuah wahana olah raga untuk bermain badminton. Sesekali masih digunakan warga untuk melepas penat. Tepat di sisi kirinya, ada sebuah gedung. Gedung tersebut dinamakan Dana Setia Bhakti (DSB). Berbagai kegiatan hari besar, sering dipusatkan di tempat tersebut. Selain itu, warga yang meninggal, sebelum dikuburkan, akan terlebih dulu di \'inapkan\' di DSB. Namun itu hanya dilakukan bagi keluarga yang tidak memiliki ruang yang cukup luas di rumahnya. Kerukunan dan kekompakan warga Tionghoa di kawasan Pecinan Jamblang, masih terasa hangat dan kental. Seperti mengumpulkan uang ketika ada warga yang meninggal. \"Warga di sini mengumpulkan iuran jika ada yang meninggal. Uangnya untuk segala keperluan mengurus jenazah dan semacamnya. Kalau orang meninggal rumahnya kecil, ya diinapkan dulu di gedung DSB sebelum dikubur. Sekitar satu atau dua hari lah diinapkannya,\" kata Hermanto. Salah satu warga yang juga tukang becak di sekitar kawasan Pecinan, Tono (47) menuturkan, kawasan Jamblang tidak banyak terlihat perubahan pasca peresmian destinasi wisata kota tua. Semakin tahun, imbuh dia, justru penduduk asli kian punah. “Setiap harinya ya seperti ini kondisinya, sepi. Jarang orang lewat. Apalagi kalau malam hari. Di sini udah kayak kota mati. Penduduknya sedikit,” ungkap pria yang kerap disapa Bogel itu. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: