Dua Wartawan Kena Tembak

Dua Wartawan Kena Tembak

JAKARTA - Demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di sejumlah daerah diwarnai aksi anarkistis. Di Ternate, Maluku Utara, seorang wartawan tertembak polisi. Abdul Roby Kilerey, wartawan harian Mata Publik, tertembak di pinggul ketika mengambil gambar bentrokan antara mahasiswa dan polisi. Di Jambi, kontributor Trans 7 Nugroho Kusumawan juga menjadi korban penembakan. Dia tertembak ketika meliput aksi demo di kawasan gedung DPRD Jambi. Nugroho harus dioperasi setelah selongsong peluru karet menempel di bagian bawah mata kanannya. Menyikapi insiden tersebut, Kapolri Timur Pradopo akan melakukan pemeriksaan. \"Pasti ada pemeriksaan,\" tegas Timur di Kompleks Istana Kepresidenan kemarin (17/6). Timur menekankan, insiden tersebut tidak semata-mata bentuk kesengajaan aparat. Penembakan gas air mata atau peluru karet dilakukan saat massa mulai tidak terkendali. \"Unjuk rasa itu kita kelola dengan langkah-langkah persuasif. Nanti kita lihat permasalahannya seperti apa. Tapi, yang jelas tidak ada kesengajaan. Itu pasti,\" tegasnya. Polri memang terkesan membela anggotanya. Dua wartawan yang terluka saat meliput disebut bukan ditembak. Mereka terkena pecahan tabung gas air mata yang terlontar untuk membubarkan aksi. \"Rekan kita yang di Jambi itu bukan karena tembakan peluru,\" ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto di kantornya kemarin (17/6). Agus langsung menelpon Kapolda Jambi untuk meminta kronologis lengkap. Mantan Kabidhumas Polda Papua itu menjelaskan, peristiwa ini terjadi saat massa pengunjuk rasa mulai bertindak anarkis saat berdemonstrasi di depan Gedung DPRD Jambi. Terjadi aksi saling dorong antara massa dengan petugas. \"Untuk menghindari amuk massa yang lebih besar, polisi pun memutuskan mengeluarkan tembakan gas air mata. Nahas, tabung gas air mata tersebut justru mengenai Nugroho Anton yang saat itu berada di tengah kerumunan massa pengunjuk rasa,\" katanya. Dia membantah ada kesengajaan apalagi mengincar wartawan. \"Teman-teman juga kami mohon waspada saat meliput,\" katanya. Nugroho lanjutnya, akan ditanggung biaya pengobatannya oleh polisi sebagai bentuk perhatian Kapolda. Sedangkan wartawan Mata Publik bernama A Roby Kelirey di Ternate yang terkena tembakan peluru karet, menurut Agus sedang dikumpulkan laporannya. \"Kami menunggu laporan Polda, tapi saya berani jamin bahwa tidak ada unsur sengaja melukai wartawan. Pers itu teman polisi,\" katanya. Agus menambahkan, dalam upaya penegakan hukum, pihaknya selalu menghindari penggunaan senjata api berpeluru tajam. Dia mengatakan, Polri memiliki mekanisme penggunaan senjata api. Jika terjadi kesalahan apalagi melukai, petugas yang bersangkutan akan dimintai pertanggungjawaban. \"Tetap akan diselidiki oleh Propam, siapa komandan pengamanan saat itu, nanti akan ada mekanisme pemeriksaan,\" katanya. Untuk mendukung pemeriksaan Propam, Agus mengimbau media yang mempunyai rekaman atau foto terkait dua peristiwa itu untuk disampaikan ke petugas. \"Dari data itu, bisa menjadi bahan analisa menentukan siapa yang bersalah,\" katanya. Secara terpisah, Indonesia Police Watch (IPW) mengecam kekerasan polisi terhadap jurnalis di tengah pembubaran demonstrasi menolak kenaikan harga BBM. Akibat tindakan membabi buta polisi, dua wartawan terluka. \"Tindakan represif kepada jurnalis adalah tindakan biadab yang menunjukkan bahwa Polri bukan sebagai aparat negara, melainkan sebagai aparat penguasa,\" kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta Sanusi Pane kemarin. Menurut dia, polisi sangat mengetahui bahwa wartawan dilindungi UU dalam menjalankan tugas. Untuk insiden itu, Kepala Polda Jambi Brigjen Satriya Prasetya dan Kepala Polda Maluku Utara Brigjen Machfud Arifin harus bertanggung jawab dan segera menangkap pelaku penembakan karena tindakan tersebut melanggar UU Pers nomor 40/1999 pasal 4 tentang kebebasan pers. \"IPW mendesak Kapolri segera mencopot para Kapolda yang membiarkan anggotanya melakukan tindakan represif terhadap wartawan, seperti di Jambi dan Ternate,\" katanya. Penulis buku Jangan Bosan Kritik Polri itu menyebut, dalam rantai komando wilayah, Kapolda adalah yang paling bertanggung jawab. IPW mendata, aksi demonstrasi hari ini terjadi di 45 kota, ibu kota provinsi dan tingkat dua. Bahkan, demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM terjadi juga di Pacitan, Jawa Timur, kampung halaman SBY. \"Kami mendesak semua demonstran yang ditangkap polisi segera dibebaskan,\" katanya. (rdl)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: