Musang King Tirto

Musang King Tirto

Dan sekarang saya bisa makan Musang King di Trawas --gratis pula. Warna dagingnya sama: kekuningan. Bijinya sama: gepeng tipis sekali. Rasanya sama: tidak bisa menggambarkannya --saking enaknya.

Sebelum memulai saya memberi tahu istri bagaimana cara makannya: setengah disedot pelan-pelan. Kalau bisa sambil memejamkan mata. Agar tidak ingat mertua.

Mirip cara menikmati es krim terlezat dari ujung sendok.

Itulah cara yang benar makan durian Musang King. Setidaknya menurut teman saya Robert Lai itu.

Itu agar makannya pelan-pelan sekali. Sesuai dengan harganya. Tapi belakangan ia baru mengaku: ia tidak boleh makan banyak durian.

Setelah tahu rahasianya itu saya tidak sabar lagi makan Musang King dengan memejamkan mata.

Tapi saya tetap mengajarkannya ke istri dengan tujuan yang sama: agar jangan banyak-banyak makan durian. Cukuplah kalau jatahnyi diwakilkan ke suaminyi.

Apalagi saat saya di Melaka. Yang harga Musang King-nya hanya separo harga di Singapura. Tanpa memejamkan mata pun tidak ingat mertua.

Juga ketika saya di Kuala Pilah, Negeri Sembilan, Malaysia. Di kampungnya Rosma Mansor itu. Saya sengaja ke kampung asal Rosma di pedalaman Malaysia itu untuk bertemu teman-teman lama istri mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak itu. Yakni ketika saya akan menulis cerita panjang tentang wanita itu tahun lalu.

Kini, Pak Tirto di Trawas pun sudah panen durian Malaysia. ”Saya punya sekitar 100 pohon Musang King,” ujarnya.

Ke mana Pak Tirto menjual Musang King-nya?

Ia belum sempat jualan. Masih habis dimakan sendiri --bersama teman-temannya.

Ini memang baru tahun-tahun pertama berbuah. Umur pohonnya baru 4 tahun. Satu pohon baru bisa memberikan 4 atau 5 buah.

Kelak, tiga tahun lagi, satu pohon bisa 20-30 buah.

Teman Pak Tirto memang banyak. Ia salah satu pengurus FBM --paguyuban antar tokoh agama di Jatim. FBM adalah singkatan dari Forum Beda (tapi) Mesra. Ia sendiri pimpinan umat Budha di Surabaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: