Darwanto Rutin Setor, Hati Tak Tenang Kalau Belum Berzakat

Darwanto Rutin Setor, Hati Tak Tenang Kalau Belum Berzakat

Kesadaran membayar zakat di kalangan umat Islam masih kurang. Padahal dari dana zakat bisa membantu menyelesaikan persoalan sosial.

ABDULLAH, Cirebon

KESADARAN berzakat harus dimulai dari diri sendiri. Lantaran kewajiban ini erat kaitannya dengan masyarakat kurang mampu yang memiliki sebagian hak dari harga.

Menyalurkan zakat juga perlu disertai dengan tumbuhnya jiwa sosial. Seperti yang dilakukan Darwanto (53). Pria yang  tinggal di salah satu perumahan di Kecamatan Harjamukti ini sudah aktif menjadi muzaki.

Menurut data di Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Darwanto sudah menjadi muzaki sejak tahun 2013. Secara berkala, pria yang berprofesi sebagai dosen di Untag Cirebon menyetorkan zakatnya melalui Baznas Kota Cirebon.

Setiap tahun, dirinya menyetorkan zakat mal. Bahkan ketika memiliki kelebihan rejeki, Darwanto menyetorkan infak atau sedekah juga melalui Baznas. “Dulu bayar zakat sejak Baznas petugasnya masih orang tua, sekarang semuanya anak anak muda,” kata Darwanto, mengenang di masa awal ia menyalurkan zakat lewat Baznas.

Sedikit banyak, Darwanto menyaksikan perubahan itu. Di samping dia menekankan bahwa membayar zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Sebab, ada saja yang beralibi untuk tidak menunaikan kewajiban zakat, dengan alasan memiliki banyak kebutuhan.

“Kalau pola berpikir seperti itu, selamanya tidak akan mampu membayar zakat. Dan rasanya akan kurang bersyukur dengan rezeki yang diterima,” tuturnya.

Darwanto mengaku, dengan gaji yang diterimanya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) setiap bulannya, rasa syukur selalu muncul. Bahkan dengan membayar zakat, justru rezeki yang diterima selalu mengalir. Kadang datang dari sumber yang tidak disangka-sangka.

Dari membayar zakat itulah dirinya merasakan keberkahan dalam rejeki yang diterima. Bahkan dirinya terkadang mengajak koleganya sesama dosen untuk membayar zakat, dan ajakannya ada yang menerima tapi ada yang belum menerimanya dengan alasan masih banyak kebutuhan.

Darwanto mah punya pengalaman menarik, ketika mendapatkan  rejeki dan belum membayarkan infak sedekah. Dua malam berturut turut bermimpi, dalam mimpi itu diingatkan agar membayar infak atau sedekah.

Akhirnya dirinya sadar telah melupakan kewajibannya. Setelah ditunaikan, hatinya baru merasa tenang. “Bagi saya 2,5 persen dari penghasilan bulanan itu dibayarkan zakat. Sebenarnya sangat sedikit dibandingkan yang diterima,” tuturnya.

Selain memupuk jiwa sosial, Darwanto meyakini, zakat adalah sebuah langkah untuk setidaknya membersihkan harta. Sebab, ada hak orang lain dari harta yang dimiliki. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: