Gelombang Kedua Mengancam

Gelombang Kedua Mengancam

BELUM lama, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cirebon mendapat kunjungan tim covid-19 Provinsi Jawa Barat. Menyampaikan pesan: prepare the worst atau instruksi untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon, dr Edy Sugiarto MKes menjelaskan, pandemic corona belum mencapai puncak. Masih ada kemungkinan gelombang kedua, yang bisa menyebabkan 2 kali lebih banyak korban bila masyarakat mulai lengah.

Faktor pendukung lain, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sebentar lagi akan berakhir. Ditambah, sejumlah aturan mulai mendapat relaksasi. Masyarakat seolah telah terbebas. Dokter senior tersebut meminta secara tegas agar PSBB kembali diperpanjang, setidaknya sampai September mendatang.

“Orang kembali normal aktivitas. Kita lihat nanti, berguguran. Korbannya hampir 2 kali lipat dari yang sekarang. Bukan menakut-nakuti, demi keselamatan bersama dan supaya warga prepare, jangan lengah,” ujar Edy, kepada Radar Cirebon, Jumat (15/5).

Secara tegas Edy ingin masyarakat mengetahui dan paham hal tersebut. Tujuannya untuk menyelamatkan masyarakat Kota Cirebon. Saat ini baru 78 persen masyarakat Kota Cirebon yang patuh terhadap imbauan untuk diam diri di rumah atau PSBB. Lalu 22 persen sisanya masih mengabaikan.

“Kita memberitahu yang benar walaupun pahit. Kalau dibilang aman-aman saja justru ngeri. Supaya warga Kota Cirebon tidak lengah dan menganggap enteng,” tegasnya.

Sejauh ini, dari 2.000 an orang yang telah dilakukan skrining cepat menggunakan rapid test, 24 diantaranya dinyatakan reaktif. Dan setelah dilakukan pemeriksaan menggunakan PCR di Labkesda Provinsi Jawa Barat, 16 diantaranya negatif covid-19 dan 8 orang sisanya masih menunggu hasil.

Second wave (gelombang ke dua, red) mengambil nyawa terbanyak karena manusia lepas dari lockdown dan langsung pesta serta gathering saat imun tubuh rendah pasca lockdown pertama. Sehingga lockdown selanjutnya dilakukan, tapi korban sudah terlalu banyak,” papar Edy, mengutip peristiwa pandemi influenza di Amerika dan Eropa selama tahun 1918 dan 1919.

Edy mengatakan, Kota Cirebon dan Indonesia pada umumnya, sedang mengalami fase darurat kesehatan dan darurat sosial dan ekonomi. Sebentar lagi, lanjutnya, merambah ke darurat politik.

“Era sekarang harus apa adanya, dari pada bilang bagus tapi nanti jebol. Saya jamin, muncul gelombang berikutnya lebih parah dari ini,” tandasnya.

Apalagi, imbuh Edy, banyak masyarakat Kota Cirebon yang memiliki penyakit penyerta yang semakin memperparah kondisi bila terinfeksi virus. Seperti diabetes, hipertensi, atau ibu hamil yang sama-sama rentan.

“Kemudian manula kurang dan lebih ada 30.000 orang, itu memperburuk kondisi kalau kena covid. Kalau ada perburukan kondisi, organ tubuh manusia turun fungsi, fasilitas medis kita tidak cukup. Kemampuan ventilator di Kota Cirebon cuma ada 1,” ungkapnya.

Sekretaris Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Cirebon, dr Sri Laelan Erwani mengaku, merasa khawatir akan kebijakan pemerintah terkait relaksasi peraturan dalam meminimalisasi risiko penularan virus. Protokol pencegahan, masih akan terus dilakukan. Setidaknya hal tersebut dapat meminimalisasi risiko membludaknya korban saat gelombang 2 corona datang.

“Kalau nanti terjadi relaksasi oleh pemerintah, masyarakat jangan menganggap itu suatu kondisi yang bisa bebas. Protokol pencegahan tetap dilakukan, sehingga kita bisa memininalisir gelombang ke dua,” ungkapnya. (ade)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: