Janda Tuna Daksa Dilupakan
Tak Terima BLSM, Merasa Tak Diakui Negara SINDANGAGUNG – Penyaluran dana BLSM terus jadi kemelut. Dua masalah utama yang merusak program tersebut yakni salah sasaran dan penyunatan. Seperti di Desa Kertaungaran, Kecamatan Sindangagung, terdapat seorang janda tuna daksa yang tidak memperolehnya. Bahkan berhembus kabar adanya pemotongan dana hingga mencapai Rp100 ribu. Emak Kunah (57), warga Dusun Pahing, yang tidak memperoleh dana BLSM sempat ditemui Radar, kemarin (4/7). Nenek yang tidak memiliki anggota tubuh sempurna itu mengeluhkan penyaluran dana tersebut. Dia merasa tidak diakui negara dan merasa negara pilih kasih. “Jamkesmas saya dapet, raskin juga saya dapet, tapi enggak tahu kenapa dana BLSM malah tidak dapet. Saya merasa tidak diakui negara. Padahal banyak orang mampu justru dapet BLSM,” tutur janda beranak satu yang pernah mengalami insiden terserempet kerata api itu, menitikkan air mata. Emak Kunah tinggal di sebuah rumah kecil dan sederhana. Di rumah kecil itu ia tinggal bersama anak perempuannya yang sudah berkeluarga dan memiliki dua anak. Ia mengeluhkan kebijakan negara dalam penyaluran dana BLSM hingga melambungnya harga-harga bahan pokok. Keluhan Emak Kunah diakomodasi oleh Kades Kertaungaran, Umar Said. Dia mengakui jika pendataan yang dilakukan pemerintah asal-asalan dan amburadul. Banyak penerima BLSM di desanya yang salah sasaran. Pemerintah pusat, kata dia, seolah mengadu domba antara masyarakat dengan pemerintah desa. “Enggak tahu ngedatanya seperti apa, yang jelas tanpa koordinasi dengan desa. Kalau saja diserahkan ke desa, tidak akan terjadi salah sasaran seperti ini,” ungkapnya. Total penerima BLSM di desanya itu, sebut Umar, hanya sebanyak 163 RTS. Dari angka tersebut sekitar 10 persen tidak laik menerima. Sedangkan yang laik menerima tapi tidak memperoleh mencapai 114 RTS. Emak Kunah merupakan salah satu dari 114 RTS yang dianggap laik menerima BLSM. Diakuinya, antara dana penerima raskin, jamkesmas dan BLSM, banyak perbedaan. Untuk data pemilik kartu jamkesmas sebanyak 267 RTS, sedangkan penerima raskin 163 RTS. Angka penerima raskin dan BLSM memang sama tapi orang-orangnya beda. “Data penerima raskin dengan penerima BLSM memang sama angkanya saja. Sedangkan orang-orangnya sih berbeda. Mestinya data yang dipakai itu data pemiliki kartu jamkesmas,” ucapnya. Bahkan terdapat kesalahan nama yang tidak akur dengan nama istri dan anaknya. Sehingga kantor Pos pun enggan untuk mencairkannya. Tercatat ada 4 RTS yang mengalami kesalahan data. Untuk kesalahan alamat cukup banyak. Bukan hanya kesalahan nama dan alamat, Umar menambahkan, ada pun warga yang sudah meninggal tapi terdaftar. Sedikitnya ada tiga nama sehingga ahli waris yang akhirnya menerima dana tersebut. “Karena masih banyak warga yang laik tidak memperoleh BLSM, pemerintah harus mau mengakomodasi supaya kondusif dan berlaku adil. Katanya sih ada pendataan ulang, tapi enggak tahu kapan,” kata Umar. Saat dikonfirmasikan tentang dugaan pemotongan dana senilai Rp 100 ribu, Umar membantah. Dia mengaku, sama sekali tidak mengeluarkan kebijakan seperti itu. Kalaupun ada kemungkinan itu inisiatif si penerima setelah melihat tetangganya yang tidak memperoleh BLSM. “Yang jelas kita tidak mengoordinasikan pemotongan dana, apalagi sampai senilai Rp 100 ribu,” tukasnya. (ded) Foto : Ilustrasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: