LP3ES
Senin lalu saya bertemu kembali dengan Arselan Harahap. Lewat Zoom. Masih bekerja untuk LP3ES. Lagi menyelesaikan buku tentang Bung Hatta.
Wajahnya masih sangat segar. Gaya Jogja-nya masih sangat lembut --ia alumnus Universitas Gajah Mada.
\"Dahlan, Anda berkhianat dua kali,\" ujarnya sambil tertawa ngakak.
Yang satunya apa ya?
\"Berdasarkan kontrak, Anda harus kembali ke Samarinda. Untuk memajukan koran di Kaltim,\" katanya.
Rupanya Arselan lupa.
Saya benar-benar sudah kembali ke Kaltim. Ke Samarinda. Tetap bekerja lagi di koran Mimbar Masyarakat --koran mahasiswa yang beralih ke koran umum.
Memang, ketika pendidikan di LP3ES itu berakhir Mas Bur minta saya: jangan pulang. \"Anda di Jakarta saja. Anda memenuhi syarat jadi wartawan TEMPO,\" ujarnya.
Tapi saya menjawab bahwa saya terikat kontrak. Mas Bur ngotot. Tapi saya tidak mau. \"Ya sudah. Anda pulang ke Kaltim tapi jadi wartawan TEMPO juga di sana,\" ujarnya.
\"Bolehkah saya tetap merangkap di Mimbar Masyarakat?“ tanya saya.
\"Boleh,\" jawabnya.
Besoknya saya pulang ke Samarinda. Sudah membawa kartu pers sebagai wartawan TEMPO. Gagahnya bukan main --menurut perasaan saya.
Begitulah. Kalau Senin lalu saya \'berkhianat\' lagi, ceritanya seperti itu. Saya tidak senang, tapi apa boleh buat.
Sebenarnya masih ada satu \'pengkhianatan\' lagi. Tahun kedua sebagai wartawan TEMPO saya \'berselingkuh\'. Setiap hari saya menulis berita untuk harian Kompas.
Menunggu tulisan dimuat di TEMPO terlalu lama --maklum mingguan. Di Kompas begitu cepat prosesnya. Hari ini dikirim, besoknya sudah bisa dibaca.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: