Pemerintah Diminta Hati-hati Buka Sekolah

Pemerintah Diminta Hati-hati Buka Sekolah

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan, Retno Listyarti menyebut sekolah yang siap dengan protokol kesehatan untuk kembali membuka sekolah masih sedikit. Berdasarkan data KPAI

“Baru 18 persen sekolah yang siap dengan protokol kesehatan pencegahan covid-19. Selebihnya sekitar 80 persen tidak siap,” kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti.

Menurut Retno, jika pemerinta tetap ingin membuka kembali sekolah harus bergerak cepat untuk menyiapkan keperluan bagi sekolah-sekolah yang belum siap tersebut dengan protokol kesehatan.

“Kemendikbud harus melakukan persiapan, mulai dari tempat cuci tangan sampai disinfektan dan juga harus memastikan, memetakan dengan dinas-dinas pendidikan,” tuturnya.

Selain itu, kata Retno, format masuk siswa juga harus diatur. Artinya, kelas berapa saja yang boleh masuk, berapa siswa yang diperkenankan masuk. Kemudian membentuk budaya peserta didik agar sadar dengan pentingnya protokol kesehatan.

“Misalnya SMA kelas 1 dan 2, kelas 3 libur. Kemudian masuk kelas 2 dan 3 kelas 1 libur, jaga jarak, kantin tidak boleh buka, karena akan menjadi tempat kerumunan, apakah terbiasa memakai masker,” jelasnya.

Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim justru menyarankan, agar sebaiknya tahun ajaran baru 2020/2021 digeser ke Januari 2021, dikarenakan kondisi pandemi COVID-19 yang membahayakan siswa jika sekolah kembali dibuka.

“Sebaiknya tahun ajaran baru digeser ke Januari 2021 dan selama satu semester digunakan untuk peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran daring,” ujar Ramli.

Menurut Ramli, terdapat beberapa alasan mengapa tahun ajaran baru perlu digeser ke Januari 2021. Pertama, memberikan kepastian tahun ajaran baru bergeser ke Januari akan membuat dunia pendidikan memiliki langkah-langkah yang jelas, terutama terkait minimnya jumlah guru yang memiliki kemampuan dalam menjalankan pembelajaran daring.

“Saat ini pembelajaran belum optimal karena gurunya tidak memiliki kompetensi yang cukup, kuota data yang kurang memadai, dan peralatan yang kurang tersedia,” katanya.

Ramli menambahkan, dengan menggeser tahun ajaran baru menghindarkan siswa dan orang tua dari stres berkepanjangan. Hal itu dikarenakan orang tua memikirkan keselamatan anaknya di sekolah.

“Dengan menggeser tahun ajaran baru, Kemendikbud bisa fokus meningkatkan kompetensi guru selama enam bulan, sehingga pada Januari 2021 sudah bisa menyelenggarakan pembelajaran daring berkualitas dan menyenangkan jika ternyata COVID-19 belum tuntas,” pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: