IPW Minta Keluarga Korban Pembunuhan Hadir di Sidang Novel Baswedan

IPW Minta Keluarga Korban Pembunuhan Hadir di Sidang Novel Baswedan

JAKARTA – Keluarga korban pembunuhan, penembakan, dan penyiksaan yang diduga dilakukan Novel Baswedan, diharapkan datang ke Jakarta untuk melihat persidangan terakhir kasus Novel.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai ini penting, agar mereka bisa menyaksikan keadilan yang diperoleh Novel. Sementara mereka tak kunjung mendapatkan keadilan meski keluarganya sudah dibunuh dan disiksa oleh Novel Baswedan.

”IPW menilai, kedatangan para korban Novel itu diperlukan agar para elite hukum di Jakarta, terutama para pakar hukum dan aktivis HAM membela Novel secara membabi buta, terbuka mata hatinya,” terang Neta kepada Fajar Indonesia Network (Radar Cirebon Group), Minggu (21/6).

Dengan kedatangan para keluarga korban dan korban ini, IPW berharap, Novel boleh saja buta matanya akibat disiram pelaku yang kini disidang PN Jakut, tapi mata hati Novel jangan sampai buta, sehingga dia mau mempertanggungjawabkan kasus pembunuhan di Bengkulu.

Saat mengadu ke Komisi III DPR beberapa waktu lalu, M Rusli Alimsyah mengatakan, dua temannya disuruh menghadap pantai oleh Novel.

Lalu Ali yang berada di belakang Novel melihat Novel mengacungkan pistolnya dan tiba tiba mengarahkan laras pistolnya ke wajah Ali, baru kemudian menembak temannya yang menghadap pantai. Akibatnya, Yulian Yohanes meninggal dunia akibat kehabisan darah usai ditembak.

Kasus penyiksaan para pencuri sarang burung walet yang diduga dilakukan Novel Baswedan terjadi pada 2004 silam. Para korban penyiksaan itu, yakni Irwansyah Siregar, Doni, Rusli Aliansyah, Dedi Nuryadi, dan Yulian Yohannes.

Mereka selama lima jam disiksa. Selain dipukul dan disetrum kemaluannya, para korban juga ditembak. Peristiwa ini terjadi di Pantai Panjang Bengkulu, pukul 23.00.

Usai ditembak mereka masih disiksa dan baru diinterogasi hingga pukul 05.00 WIB. Mereka tidak mendapatkan pengobatan meski dibawa ke rumah sakit.

”IPW berharap para korban dan keluarganya datang ke Jakarta, selain menghadiri sidang kasus Novel, mereka perlu mendatangi Istana Presiden, KPK, Komisi III DPR, Komnas HAM, dan Kejaksaan Agung agar Jaksa Agung segera melimpahkan kembali BAP perkara mereka karena sudah diregistrasi PN Bengkulu dengan Nomor Perkara 31/Pid.B/2016/PN.Bgl,” terangnya.

Para korban dan keluarganya harus terus berjuang untuk mendapatkan keadilan. Sikap Jaksa Agung yang mengabaikan perintah majelis prapradilan agar kasus Novel diselesaikan di PN Bengkulu adalah sebuah sikap arogansi yang membodohi sistem hukum di negeri ini.

Sikap Jaksa Agung ini bertentangan dengan adagium hukum, restitutio in integrum, yaitu hukum seharusnya menjadi instrumen untuk memulihkan kekacauan di masyarakat.

”Jaksa Agung telah mencoreng wajah hukum di negara ini, dan ini tentunya telah melecehkan harapan masyarakat yang berharap hukum hadir sebagai panglima. Jika tak kunjung melimpahkan BAP Novel ke PN Bengkulu, Jaksa Agung tidak layak sebagai seorang penegak hukum,” timpalnya.

Untuk itu korban dan keluarga korban harus meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk ikut turun tangan terhadap persoalan ini, sebab hukum seakan sudah dibuat buta. Sebab di dalam UU, Kejaksaan disebutkan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dan pimpinan lembaga kejaksaan adalah bagian dari badan pemerintahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: