Kampanye Pilkada Serentak 2020 Harus Dapat Rekom Gugus Tugas
JAKARTA – Kampanye umum atau pertemuan tatap muka selama Pilkada Serentak 2020, tidak dilarang KPU. Namun, pelaksanaannya harus mendapat rekomendasi dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19. Aturan itu diberlakukan karena setiap daerah status pandemi COVID-19 berbeda-beda. Ada zona merah, kuning maupun hijau.
“Dalam peraturan nanti diatur. Peserta boleh berkampanye dalam bentuk rapat umum apabila sudah mendapat rekomendasi dari gugus tugas,” tegas Ketua KPU RI Arief Budiman di Jakarta, Jumat (3/7).
Tetapi untuk kampanye daring (dalam jaringan), melalui media massa, baik cetak maupun elektronik tidak perlu rekomendasi. Untuk memberikan ruang kepada calon kepala daerah berkampanye dan sosialisasi, KPU akan memberi ruang yang lebih besar untuk kampanye melalui daring.
“Kalau sebelumnya boleh 10 akun daring, mungkin nanti akan dibolehkan lebih banyak. Karena pertemuan fisik akan dikurangi, maka pertemuan nonfisik dibuka lebih lebar ruangnya,” imbuh Arief.
KPU, lanjutnya, mendorong calon kepala daerah berkampanye memanfaatkan model virtual. Tidak lagi pertemuan fisik. Sebab, selain mencegah klaster baru COVID-19, kampanye virtual dinilai bisa menjangkau pemilih lebih banyak dibanding tatap muka.
“Karena kampanye daring ini bisa dilakukan di banyak tempat. Bahkan bisa menjangkau seluruh wilayah. Dalam wakti sehari bisa dilakukan berkali-kali. Ruang daring ini menjadi pembelajaran dan kultur baru,” tukasnya.
Terkait anggaran, Arief menyebut dana hibah daerah sesuai naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) dan dana tambahan Pilkada sudah terdistribusi ke penyelenggara di tingkat daerah.
“Yang sudah terdistribusi adalah anggaran yang ditandatangani KPU provinsi, kabupaten, kota dengan pemerintah daerah setempat. Hal ini dituangkan dalam NPHD dan anggaran tambahan tahap pertama,” paparnya.
Seperti diketahui, KPU RI mengusulkan anggaran tambahan sebesar Rp4,7 triliun. Alasannya, pilkada digelar dalam kondisi pendemi COVID-19. Anggaran dicairkan melalui tiga tahap. Pada tahap pertama diusulkan Rp1.02 triliun dan disetujui Rp941 miliar.
Meski dana sudah terdistribusi, kata Arief, pencairan tersebut sesungguhnya, terlambat. Karena tahapan sudah dilanjutkan kembali sementara anggaran belum cair. “Menurut KPU sangat terlambat. Memang agak merisaukan. Saya khawatir juga. Teman-teman sudah harus memulai tahapan, tapi anggaran belum cair,” terangnya.
Keterlambatan pendistribusian anggaran pilkada, jelas akan berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan alat pelindung diri (APD) penyelenggara. Terutama penyelenggara tingkat ad hoc. “Tapi alhamdulillah anggaran tambahan tahap pertama sudah cair,” ucap Arief.
Saat ini, KPU di daerah sedang dalam tahapan verifikasi faktual bakal calon perorangan. Kemudian, pada 15 Juli 2020 ada tahapan pencocokan data pemilih. “Dua tahapan tersebut mengharuskan penyelenggara berinteraksi tatap muka dengan masyarakat,” urainya. Dengan terdistribusinya NPHD dan anggaran tambahan pilkada, KPU bisa menyelenggarakan tahapan sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan sukses tidaknya pelaksanaan pilkada tergantung dengan anggaran. Baik melalui APBD maupun APBN.
“Anggaran adalah napasnya pilkada. Tanpa anggaran, pilkada tidak akan berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan bersama,” ujar Tito, Jumat (3/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: