Terbit, Telat

Terbit, Telat

Telat tapi terbit. Terbit tapi telat. Untung kami ini Harian DI\'s Way. Bukan, misalnya, hehe, Harian pagi DI\'s Way… Kami memang harus tetap bisa bercanda. Di tengah stres tertinggi sekali pun. Pun di tengah malam menjelang pagi seperti ini.

Bahkan sambil duduk di tumpukan kertas sekali pun, saya bisa menulis artikel ini.

Sambil menunggu Harian DI\'s Way dicetak. Azan subuh pun terdengar. Masih lama lagi cetakan ini selesai. Saya sudah mengira akan ada kejadian seperti ini.

Pun kalau persiapannya lebih matang. Karena itu saya membawa obat ke percetakan. Yang harus diminum jam 4 pagi. Tapi saya tidak bisa membawa sarapan. Pukul 4.30 saya minta istri mengirimkan madu, telur rebus, dan jus jambu biji.

Saya pun menuju mobil yang parkir di pinggir jalan - -di luar percetakan. Saya sempatkan sarapan empat menu itu di dalam mobil. Itulah menu rutin sarapan saya selama Covid-19: madu, telur rebus dua biji, jus jambu biji, dan pisang. Setiap hari.

Usai sarapan kembali melihat orang bekerja. Yang juga sepanjang malam qiyamul-lail.

“Besok tidak boleh telat lagi,” itulah tekad semua orang di redaksi. Juga di penata halaman.

Mereka yakin separo \'kesalahan-kesalahan-pertama\' tidak akan terjadi lagi. Berarti, kata saya, masih ada separo \'kesalahan-kesalahan pertama ditambah sisa-sisa kesalahan kedua\'. Bagaimana dengan penampilan fisiknya?

Rasanya \'banyak kesalahan pertama ada di situ\'. Saya akan menjiplak moto restoran Padang: Kalau Anda puas beritahulah teman-teman, kalau Anda tidak puas beritahulah kami - -maksudnya jangan bully kami secara bisik-bisik maupun secara medsos. Kalau pun itu terjadi juga apa boleh buat.

Bagaimana saya sendiri? Puas? Saya belum bisa mengemukakan pendapat. Saat menulis ini setidaknya saya puas: Masih bisa tidak tidur sepanjang siang dan malam - -seperti di hari-hari saya antara usia 30 sampai 45 tahun. “Sudah lebih 20 tahun saya tidak sepanjang malam di percetakan,” kata saya dalam hati.

Saya kembali mencium bau tinta, tumpukan-tumpukan kertas, plate, dan warung pinggir jalan di kompleks industri. Selebihnya hanya pasrah dan lebih banyak tawakal. (dahlan iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: