Kesenian Wayang Wong Khas Cirebonan Dihidupkan setelah 25 Tahun Lebih Vakum

Kesenian Wayang Wong Khas Cirebonan Dihidupkan setelah 25 Tahun Lebih Vakum

CIREBON - Sanggar seni Setya Negara di Desa Suranenggala Lor, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon, mulai dihidupkan kembali. Sanggar kesenian tradisional Wayang Wong khas Cirebonan itu dihidupkan lagi setelah 25 tahun lebih vakum.

Sanggar seni yang didirikan oleh Kandeg yang merupakan kakek dari Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis semenjak 1968 ini baru aktif sekitar satu bulan yang Ialu.

\"Sanggar seni Setiya Negara mencoba untuk membangkitakan kembali kesenian Wayang Wong khas Cirebonan yang sudah hampir langka,\" ujar Wawan Dinawan, pimpinan sanggar seni Setiya Negara kepada radarcirebon.com, Minggu (5/7).

Wawan menyayangkan jika kesenian tradisional yang bisa dianggap langka ini tidak dilestarikan. \"Saya sebagai generasi muda sepertinya harus kembali melestarikan kesenian peninggalnan para leluhur kita. Karena ini merupakan aset yang harus kita jaga,\" ucapnya.

Diungkapkan Wawan, banyak warga negara asing yang menyukai dan belajar kesenian tradisional Cirebon seperti Suriname, Belanda, Amerika, Perancis, Jerman, dan Jepang.

\"Banyak warga luar negeri yang belajar. Mereka bahkan menginap di sini selama berbulan-bulan. Contohnya saja Mama Erik warga California Amerika. Kemudian si Sandra warga Amerika juga,\" ungkapnya.

Kesenian tradisional wayang wong Cirebonan ini, Dijelaskan Wawan, sangat berbeda dengan seni sandiwara yang ada di Cirebon dan Indramayu.

\"Meskipun sama-sama diperankan langsung oleh manusia, namun wayang wong tetap menggunakan Dalang. Selain itu juga, kesenian wayang wong dalam setiap pertunjukanya, terselipkan sebuah dakwah Islam seperti yang dilakukan oleh para Wali. Bulan Agustus depan kami akan tampil di gedung Kesenian Rarasantang, Kota Cirebon,\" jelasnya.

Masih kata Wawan, setiap malam Jumat para pemain rutin melakukan Macapat. Kegiatan latihan kesenian di Sanggar Seni Setiya Negara ini pun rutin dilaksanakan setiap hari.

\"Macampat merupakan sebuah kidungan (nyanyian) yang di dalamnya terdapat naskah dakwah Islam, dan itu kami lakukan setiap malam Jumat. Orang yang bisa Macapat sudah pasti bisa Sinden, tapi orang Sinden belum tentu bisa Macapat,\" imbuhnya.

Wawan berharap ada kepedulian Pemerintah Kabupaten Cirebon terhadap sanggar seninya tersebut. Karena menurutnya, sampai saat ini pemerintah belum ada perhatiannya.

\"Karena pandemi Covid-19, saya pulang dari Batam. Kemudian saya mencoba membangkitkan kembali sanggar milik kakek. Padahal waktu itu saya belum ada uang. Selama ini saya menggunakan modal pas-pasan sendiri untuk menghidupkan sanggar ini. Ada atau tidak kepedulian dari pemerintah setempat, saya akan terus melestarikan kesenian tradisional Cirebon ini, jangan sampai nanti punah bahkan diklaim milik negara lain. Bahkan, Wali Kota Cirebon Nasrudin Azis merupakan cucu dari Mama Kandeg bersedia membantu mengembangkan sanggar seni ini,\" tuturnya.

Sementara itu, Sukarya, murid almarhum Kandeg mengatakan, selain bisa bermusik gamelan dan mengajarkan tari, almarhum gurunya juga pandai memahat. Sosok almarhum Kandeg merupakan seorang yang multitalenta.

\"Sekarang masih ada peninggalan hasil pahatannya, yakni Saron yang terbuat dari Kayu Jaran dan Kursi Ukiran yang terbuat dari kayu jaran,\" katannya. (rdh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: