Pemenang Lelang Negara Dilindungi UU

Pemenang Lelang Negara Dilindungi UU

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Keuangan) menegaskan pelaksanaan lelang yang dijalankan sesuai ketentuan negara melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dilindungi Undang-undang. Demikian pula secara hukum, terhadap pembeli lelang yang beritikad baik akan dilindungi hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan.

Penegasan tersebut disampaikan Direktur Jenderal (Ditjen) Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Isa Rachmatawarta, menyikapi buntut dari proses lelang aset debitur bermasalah Rita Kishore (Dirut PT Ratu Kharisma) versus Bank Swadesi pada 2011 silam yang kini berujung pada persolan hukum di Bareskrim Polri.

Guliran dari perkara perdata atas perbuatan ingkar janji seorang debitur bermasalah Rita Kishore itu kini justru berbalik arah di tangan penyidik Bareskrim. Sebanyak 20 mantan direksi, komisaris maupun pegawai Bank Swadesi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) bank.

“Secara hukum pembeli lelang yang beritikad baik dilindungi hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan,” tandas Isa Rachmatawarta,” kata Isa, Senin (20/7).

“Yang dimaksud beritikad baik itu adalah dilakukan secara prosedural, jujur, dan terbuka,” imbuhnya.

Menurut Isa, dalam kasus ini lelang aset Rita Kishore yang diselengarakan KPKNL Denpasar telah dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan mengacu pada Peraturan menteri Keuangan No 93/2010 tentang Pelaksanaan Lelang dan pencatatan obyek agunan melibatkan Kantor Pertanahan (BPN).

Dan hal itu dibuktikan oleh putusan bebas murni pada 2016 oleh Pengadilan Negeri Denpasar. PN Denpasar memvonis bebas petugas KPKNL Denpasar Usman Arif Murtopo yang menjadi terdakwa penyalahgunaan wewenang dalam menyelenggarakan lelang sebagaimana dilaporkan debitur wanprestasi Rita Kishore ke Polda Bali.

“Sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terhadap penyelengaraan lelang KPKNL Denpasar ini,” ucapnya.

Kasus ini sendiri menurut Fransisca Romana, kuasa hukum 20 tersangka, bermula dari pada Maret dan Juni 2008. Saat itu Debitur Ratu Kharisma mendapatkan fasilitas kredit dari Bank Swadesi sejumlah Rp 10.500.000.000 dengan agunan berupa tanah seluas 1.520 meter persegi (M2) di daerah Seminyak, Bali. Baru membayar angsuran dan bunga sejumlah sekitar Rp 300.000.000, debitur kemudian lalai atas kewajibannya dan tercatat sejak bulan Juni 2009 tidak lagi membayar bunga dan angsuran.

Setelah diberitahukan, peringatan dan pemutusan kredit oleh Bank dan tidak juga melaksanakan kewajibannya maka berdasarkan Pasal 6 UU No 6/1996 tentang Hak Tanggungan, Peraturan Menteri Keuangan No 40/2006 dan Peraturan Menteri Keuangan No 93/2010 tentang Pelaksanaan Lelang dan pencatatan objek agunan melibatkan Kantor Pertanahan (BPN),  Bank mengajukan lelang umum di KPKNL Denpasar.

Lelang pun terpaksa dilakukan sebanyak lima kali dimana lelang pertama hingga keempat tidak ada yang berminat atau tidak sesuai dengan ekpektasi pihak bank. Uniknya di lelang keempat ini debitur wanprestasi melalui mediator turut menawar dengan harga Rp 5 miliar dan utang dihapus (putusan hakim dalam gugatan wanprestasi yang dimenangkan Bank Swadesi mewajibkan debitur membayar utang sebesar Rp 5 miliar) namun ditolak pihak bank. Aset berupa tanah seluas 1.520 meter persegi (M2) di daerah Seminyak, Bali itu pada akhirnya laku perjual pada pembeli beritikad baik pada lelang ke lima dengan nilia limit lelang jaminan seharga Rp 6.300.000.000.

Nilai tersebut berdasarkan Appraisal Independent PT Index Consultindo Penilai-Denpasar tertanggal 22 Desember 2009 dengan nilai Pasar Rp 9.860.900.000 Nilai Likuidasi Rp 6.018.400.000 dan Internal Memorandum No. 01/RMD/KP.JKT/SB/X/2010 tertanggal 05 Oktober 2010, tentang Permohonan Penurunan Limit Lelang dan Pelaksanaan Lelang Lanjutan (IV) atas jaminan Rita Kishore Pridhnani.

Namun pihak Rita tidak puas dengan hasil lelang tersebut karena merasa nilai lelang jauh di bawah nilai pasar. Padahal pada lelang ke-IV Rita melalui mediator menawar dengan harga Rp 5 miliar, alias di bawah nilai lelang jaminan Rp 6.300.000.000.

“Pihak debitur mempersoalkan nilai limit yang terlalu rendah. Padahal pada lelang ke-IV, debitur sendiri melalui mediator menawar bahkan jauh lebih rendah nilai asetnya sendiri yakni Rp 5 miliar,” kata Fransiska.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: