Mantera Hadirkan Wisata Edukasi Menganyam Rotan
CIREBON - Sejak dibuka pada 30 April 2019 lalu, Mantera telah berhasil mengubah mindset masyarakat terhadap produk rotan yang dianggap kumuh dan kuno. Namun sayangnya, pandemi Covid-19 telah membuat industri pariwisata dan kerajinan terpukul.
Di sisi lain, aturan terkait dengan adaptasi kebiasaan baru (AKB), yang memperbolehkan dibukanya kembali sektor pariwisata, membawa angin segar bagi industri kerajinan. Termasuk Mantera. Di mana, kini, Mantera telah dibuka kembali untuk pengunjung. Namun, tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang ketat.
Hal itu terlihat dari kunjungan para wisatawan yang datang ke Mantera. Pengunjung dari luar kota mulai datang mengunjungi pusat wisata belanja rotan tersebut.
Chief Marketing Officer Mantera, Budi Santoso mengaku sempat tutup di masa pembatasan sosial berskala besar. Tapi, kini Mantera kembali buka untuk menyediakan kebutuhan masyarakat terhadap aneka produk furnitur kualitas impor.
Tidak hanya itu, dibukanya kembali Mantera juga menjadi secercah harapan baru bagi para pengrajin dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang bermitra dengan Mantera. Salah satunya adalah para pengrajin gerabah di Desa Sitiwinangun.
\"Di masa pandemi ini, kita menerapkan protokol kesehatan dari bawah. Mulai dari tempat cuci tangan, pengecekan suhu dan pembatasan antrean, juga sudah kita siapkan. Pengunjung dan semua yang datang ke sini juga diharuskan menggunakan masker,\" ungkapnya.
Dengan mengusung konsep one stop shopping, Mantera menyediakan beragam spot. Mulai dari galeri, café shop, dan wisata belanja. Selain menawarkan produk-produk furnitur, Mantera juga menghadirkan wisata edukasi belajar menganyam rotan.
“Kita juga menawarkan beberapa paket workshop menganyam untuk para wisatawan yang ingin mencoba experience menganyam kerajinan rotan,” jelasnya.
Saat ini, kata Budi, generasi muda sudah mulai mencintai kerajinan-kerajinan handmade. Terlebih, saat ini, mendekorasi kamar menjadi hobi baru di tengah pandemi Covid-19. Di mana, furnitur dari rotan juga bisa menjadi pilihan.
Budi sendiri menuturkan, pihaknya menyediakan produk asli full rotan dan sintetis. Meski saat ini peminat rotan banyak, namun persentase order produk full rotan asli dan sintetis, lebih didominasi produk rotan sintetis.
“Selain untuk full rotan, sulit didapat bahan bakunya. Customer juga lebih memilih rotan sintetis karena maintenance-nya lebih mudah,” terangnya.
Jika sebelumnya rotan hanya dipandang sebelah mata karena memiliki desain yang terbilang kuno. Kini, beragam desain kekinian mulai banyak menarik perhatian customer. Misalnya berbagai tas perempuan yang dibanderol mulai dari Rp400 ribuan hingga Rp1,2 juta. Kemudian, beragam peralatan furnitur rumah, mulai dari kursi, meja, rak, dan lainnya.
Dengan terus bertambahanya orderan, lanjut Budi, ekspor bukan satu-satunya jalan kesuksesan dalam menjual rotan. Namun, pasar lokal juga punya banyak peluang. Bukan sekadar mencari keuntungan. Harapannya, dengan bermain di pasar lokal, bisa mengedukasi rotan kepada masyarakat lokal.
“Kalau kita berani tentukan pasar dan pasang standar, pasti kita punya nilai berbeda. Saya sangat optimis dengan pasar lokal,” ujarnya. (awr/adv)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: