Dampak Pelebaran Defisit RAPBN 2021, Sinyal Pemerintah Nambah Utang
JAKARTA – Pelebaran defisit Rancangan APBN (RAPBN) 2021, bisa membuat saldo (outstanding) utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mendekati 40 persen. Pengelolaan saldo utang pemerintah pun harus dilakukan secara hati-hati, sejalan dengan skenario pencarian utang murah.
Pemerintah pun sejak dini, memprioritaskan beberapa program pada 2021. Beberapa diantaranya ketahanan pangan, pembangunan kawasan industri yang dilengkapi infrastruktur yang memadai, transformasi digital di seluruh Tanah Air. Ini termasuk pengembangan sektor pendidikan, dan kapasitas layanan kesehatan untuk menangani Covid-19 pasca 2020 termasuk anggaran untuk memperoleh vaksin.
Untuk diketahui defisit anggaran dalam Rancangan APBN 2021 akan dinaikkan menjadi 5,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dari sebelumnya 4,17 persen. Artinya defisit RAPBN 2021 sebesar 4,17 persen.
Dalam penjelasannya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku akan mencari sumber pembiayaan yang relatif murah dan aman, sejalan dengan keputusan Presiden Joko Widodo yang menaikkan defisit RAPBN 2021 menjadi 5,2 persen dari PDB.
”Tentu saja ini akan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang kita perkirakan akan memberikan dampak stabilitas terhadap Surat Berharga Negara kita sendiri,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Selasa (28/7).
Kemenkeu, sambung dia melakukan pengelolaan dari outstanding (saldo) utang secara hati-hati karena defisit meningkat, debt to GDP ratio (rasio utang terhadap PDB). ”Dan sangat terbuka peluang kita mendekati 40 persen,” imbuh mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Pemerintah juga akan mengandalkan instrumen pembiayaan konvensional dan syariah, dengan memperhatikan komposisi pembiayaan yang proposional.
”Sangat-sangat kami jaga. Dan Bank Indonesia sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) pertama tetap bisa menjadi stand by buyer sesuai SKB yang diatur dalam UU 2/2020. Kita akan diskusi dengan BI bagaimana dia melaksanakan fungsi sebagai peserta lelang reguler,” imbuhnya
Selain penerbitan instrumen pembiayaan, Sri Mulyani juga akan mencari pinjaman bilateral-multilateral yang berbiaya murah. Dalam kesepakatan dengan parlemen di sidang Badan Anggaran DPR sebelumnya, pemerintah menetapkan defisit RAPBN 2021 sebesar 4,17 persen terhadap PDB.
Namun anggota dewan melihat terdapat indikasi kenaikan defisit menjadi 4,7 persen PDB karena masih tingginya tekanan dari pandemi Covid-19.
Nah, pada rapat terbatas kemarin (28/7) pemerintah kembali menaikkan defisit RAPBN 2021 menjadi 5,2 persen PDB untuk mendukung pembiayaan program prioritas, termasuk penanganan dampak Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menegaskan, pelebaran defisit pada RAPBN 2021 sebesar 0,7 persen dari PDB akan digunakan untuk membuat program yang mampu mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan sebagai dampak pandemi Covid-19.
”Dengan naiknya defisit dari 4,5 persen (hasil pembicaraan dengan DPR) menjadi 5,2 persen dari PDB atau sekitar 0,7 persen maka tentu ada ruang fiskal yang cukup untuk belanja,” kata Suharso dalam konferensi pers secara daring di Jakarta.
Program mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan, ujar Suharso, akan menjadi beberapa dalam program prioritas dari RAPBN 2021, selain penanganan dampak kesehatan akibat Covid-19. Pasalnya, akibat Covid-19, jumlah pengangguran di tahun ini saja sudah bertambah 3,7 juta orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: