Pemkot Klarifikasi Hasil Temuan BPK
KEJAKSAN - Akhirnya tim tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) menyampaikan laporan hasil kerjanya kepada DPRD. Tim yang diketuai Wakil Walikota, Sunaryo HW SIP MM ini telah menyelesaikan 190 dari 215 rekomendasi yang harus ditindaklanjuti. 25 rekomendasi sisa, akan ditindaklanjuti dalam waktu dekat ini. Namun, dalam rapat yang baru dimulai pukul 20.30 atau molor nyaris satu jam dari jadwal yang direncanakan, sempat memanas ketika perwakilan RSUD Gunung Jati menyampaikan klarifikasinya mengenai hasil temuan BPK. Sedikitnya ada tiga poin yang menjadi pembahasan serius dari rapat tersebut, yaitu prosedur pencatatan obat pada Unit Farmasi RSUD Gunung Jati yang tidak tertib, saldo piutang RSUD Gunung Jati yang tidak dapat ditelusuri dan saldo utang kepada pihak ketiga sebesar Rp3,7 miliar. Dalam rapat itu diungkapkan, stock opname yang dilakukan RSUD Gunung Jati nilai persediaan per 31 Desember 2009 sebesar Rp2,3 miliar. Jumlah persediaan tersebut merupakan nilai persediaan yang ada di gudang induk, dan saldo persediaan itu termasuk nilai persediaan pada depo obat Unit Farmasi yang sudah melalui stock opname senilai Rp247 juta. Hasil pemeriksaan uji petik atas prosedur pencatatan mutasi peserdiaan obat, diketahui Unit Farmasi tidak melakukan pencatatan atas mutasi persediaan obat. Sehingga pengendalian atas mutasi obat lemah. Sedangkan mengenai saldo piutang, neraca Pemerintah Kota Cirebon per 31 Desember 2009 mencatat saldo piutang lainnya (pihak ketiga) sebesar Rp2,6 miliar. Nilai piutang tersebut berupa nilai piutang lainnya pada RSUD Gunung Jati sebesar Rp2,4 miliar, piutang kontraktor Rp548 juta dan piutang perorangan RP1,2 iar dan piutang fasilitas sebesar Rp627 juta. Dalam klarifikasinya, Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Gunung Jati, Agus Mulyadi, menyadari pengeluaran obat di instalasi farmasi yang tanpa didukung data-data pengeluaran administratif. Ke depan, langkah perbaikan akan dilakukan melalui Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Dengan penggunaan SIMRS maka pengeluaran obat bisa tercatat otomatis ke dalam sistem komputer. Sistem juga bisa menjelaskan tentang total pengeluaran obat secara terperinci dan sistem bisa menginformasikan setiap saat mengenai transaksi pengeluaran obat. “Kami menyadari kekurangan akurasi dalam pengeluaran obat tersebut,” ujar dia. Mengenai piutang, Agus menjelaskan, proses pencatatan dan pengakuan piutang masih berdasarkan PP 24 Tahun 2000 mengenai standar akuntansi pemerintahan. Sebagian piutang tersebut memang piutang yang tidak dapat ditagihkan, namun belum bisa dihapuskan karena belum adanya regulasi yang mengatur mengenai penghapusan piutang. “Sehingga, ini menjadi temuan,” jelasnya, Senin malam (11/10). Salah satu upaya untuk memperbaiki temuan piutang yang tidak bisa ditelusuri, lanjut Agus, adalah dengan melaksanakan Peraturan Walikota 49 Tahun 2009 tentang pedoman teknis pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Mengenai saldo utang pada pihak ketiga, Agus menjelaskan, temuan BPK didasari perbedaan persepsi dalam pengakuan utang. BPK menggunakan patokan waktu 31 Desember yang merupakan akhir tahun anggaran, sedangkan RSUD Gunung Jati mengakui utang sebelum 20 Desember pada tahun anggaran berjalan. Karena, sepuluh hari menjelang tutup tahun sudah dilakukan proses penyusunan laporan tahunan. Masalahnya, pelayanan rumah sakit tidak bisa berhenti sampai 20 Desember. Sehingga transaksi yang terjadi sejak 2-31 Desember menjadi temuan dari BPK. “Dari hasil rekonsilisasi atas data-data keuangan, ternyata selisih tersebut terjadi karena adanya kesalahan persepsi para penyedia barang dan jasa. Sehingga salah dalam pengisian dokumen konfirmasi,” bebernya. Ketua DPRD, Drs Nasrudin Azis SH, menegaskan, DPRD masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut mengenai tiga hal yang menjadi temuan BPK di RSUD Gunung Jati. Penjelasan dari RSUD Gunung Jati akan menjadi dasar apakah DPRD akan merekomendasikan audit investigasi kepada RSUD Gunung Jati, atau sudah merasa cukup dengan penjelasan dan klarifikasi yang dilakukan. “Kalau memang sudah mengklarifikasi ke BPK, ditembuskan dong ke kita (DPRD). Jadi kita tahu penjelasan-penjelasanya. Ini penting untuk keyakinan kami,” tegasnya. Dalam rapat tersebut, Dinas Pendidikan juga menjadi sorotan terutama mengenai keterlambatan penyetoran pengembalian dana BOS Provinsi Jawa Barat sebesar Rp114 juta dan kekurangan volume pekerjaan kantin di kantor Dinas Pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan, Dedi Windiagiri mengaku sudah menindaklanjuti temuan tersebut dengan membuat mekanisme pertanggung jawaban dan pengembalian dana BOS Provinsi Jabar, melalui Keputusan Walikota nomor 78/KEP.295DISDIK/2010 tentang mekanisme pertanggung jawaban dan pengembalian kelebihan penggunaan dana BOS Provinsi. “Kami juga sudah memberikan sanksi kepada tim manajemen BOS Provinsi,” akunya. Wakil Walikota, Sunaryo HW SIP MM beralasan, tidak dilakukannya audit investigasi pada RSUD Gunung Jati dikarenakan sudah dilakukannya tindak lanjut temuan LHP BPK tahun anggaran 2009. Dan bukti-bukti tindak lanjut sudah disampaikan sesuai dengan rekomendasi BPK. (yud)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: