Presiden Jokowi Minta Sektor UMKM Digenjot
JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi global makin suram di tengah kasus Covid-19 yang terus mengalami kenaikan setiap harinya. Parahnya lagi, sejumlah negara telah terperosok ke fase resesi.
Negera-negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dua kuartal berturut-turut diantaranya Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Hongkong, dan Korea Selatan.
Untuk menjawab kekhawatiran tersebut, Presiden Joko Widodo mengingatkan para jajaran menterinya agar tidak lambat dalam melakukan serapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sampai sekarang masih terbilang minim.
Pasalnya, di luar pengendalian penyebaran Covid-19, upaya pemulihan ekonomi bergantung pada kecepatan pemerintah dalam menggelontorkan bantuan ke masyarakat.
Menurut Jokowi, salah satu sektor ekonomi yang perlu didorong adalah bantuan untuk pelaku Usaha Kecil Menengah (UMKM) yang jadi tulang punggung ekonomi nasional.
“Stimulus penanganan Covid-19 masih belum optimal dan kecepatannya masih kurang. Data terakhir yang saya terima tanggal 22 Juli, dari stimulus penanganan Covid-19 sebesar Rp695 triliun, yang terealisasi baru Rp136 triliun artinya baru 19 persen,” kata Jokowi di Jakarta, Sabtu (1/8).
Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama mengatakan, berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam membantu pelaku UMKM di tengah pandemi Covid-19. Salah satunya dengan membebaskan pajak UMKM.
“Kebijakan perpajakan untuk UMKM selama ini sudah sangat ringan dan sederhana. Di mana melalui PP Nomor 23 Tahun 2018, Presiden Joko Widodo telah memutuskan PPh bunga 1 persen diturunkan menjadi setengah persen. Artinya, kewajiban perpajakan dari UMKM hanya membayar 0,5 persen dari omzet per bulan dan itu final,” kata Hestu.
Hestu menambahkan, akibat pandemi Covid-19, pajak UMKM sebesar 0,1 persen saat ini ditanggung pemerintah. Dengan demikian, mereka tidak ada beban sama sekali terkait perpajakan UMKM.
“Kita ingin membantu berapa pun sehingga mereka tidak perlu bayar sampai Desember 2020 agar fokus bagaimana keberlangsungan usaha dan insentif lain,” ujarnya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Bidang Hubungan Antar Lembaga, Luhur Pradjarto mengatakan, pihaknya selama pandemi ini telah menerima aduan atau informasi dari pelaku UMKM sebanyak 235.900.
Sektor yang paling terdampak adalah perdagangan besar dan eceran mencapai 40,92 persen. Kemudian, penyedia akomodasi makanan dan minuman mencapai 26,86 persen, dan pengolahan 14,20 persen.
“Permasalahan-permasalahan yang dihadapi mereka, antara lain menurunnya permintaan, terhambatnya distribusi, hingga kesulitan permodalan dan bahan baku karena adanya kebijakan PSBB,” katanya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M. Ikhsan Ingratubun menyatakan, lambatnya realisasi program PEN membuat banyak UMKM harus berusaha mencari permodalan sendiri. Bahkan, beberapa di antaranya bahkan memilih untuk tutup sementara karena tak bisa mengakses pembiayaan murah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: