RUU Cipta Kerja Perlu Dikaji Ulang

RUU Cipta Kerja Perlu Dikaji Ulang

JAKARTA-Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang sedang bergulir menjadi sorotan banyak pihak. Alasannya, usulan pemerintah tersebut dinilai berpotensi menghadirkan masalah baru.

Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan, mengkritisi usulan Pemerintah pada RUU Cipta Kerja berkaitan dengan mekanisme amdal yang membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun untuk rampung. Sehingga melalui usulan RUU Cipta Kerja, beberapa ketentuan terkait Amdal ini diubah atau bahkan dihapus.

Menurutnya, usulan ini terlalu mengada-ada karena persoalan Amdal yang banyak dijumpai saat ini adalah pada persoalan teknis di lapangan. Sehingga yang perlu diperbaiki hanya pada metode pelaksanaan dan pengawasaannya saja.

“RUU Cipta Kerja ini kan regulasi besar yang nantinya akan dipakai dalam menjalankan berbagai urusan negara. Jangan sampai regulasi ini menjadi blunder bagi kemaslahatan rakyat banyak dan menguntungkan segelintir orang bahkan orang asing,” ujar Johan di Jakarta, Rabu (5/8).

Politisi PKS ini mengatakan, persoalan mekanisme Amdal ini tidak perlu sampai mengubah beberapa ketentuan tentang amdal dalam UU 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Johan bersama tim kecil di fraksinya pada pengawalan pembahasan RUU Cipta Kerja, telah menganalisis tentang draft RUU Ciptaker banyak menghapus kewenangan pemerintah daerah. \"Penghapusan peran pemda justru akan menyulitkan proses pengawasan tentang perlindungan lingkungan,” tegasnya.

Secara tegas, dia meminta pemerintah mengkaji lebih dalam perubahan definisi Amdal dalam RUU Cipta Kerja versi pemerintah yang mengubah ketentuan terkait Amdal adalah bagian dari proses perencanaan menjadi hanya sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Johan berargumen, bahwa hasil kajiannya untuk Amdal mesti dikembalikan definisinya ke UU existing. Karena hakikatnya perlindungan lingkungan adalah bagian dari perencanaan yang harus dilakukan oleh pemrakarsa kegiatan dan atau investor sebagai bagian dari komitmen.

Selain Amdal, Omnibus Law Cipta Kerja juga dinilai berpotensi bermasalah terhadap Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Kawasan Sabang (BPKS).

Anggota DPR RI Komisi VI DPR RI Rafli sebagai mitra kerja Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Kawasan Sabang ( BPKS ) mengingatkan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja terindikasi masalah bagi institusi penunjang perekonomian bidang perdagangan dan pelayaran tersebut.

“Dihapusnya fasilitas cukai dalam RUU Cipta Kerja tentunya tidak sesuai dengan paradigma Free Trade Zone (FTZ ). Dampak yang signifikan bagi BPKS sebagai lembaga negara Non Struktural yang di beri kewenangan untuk mengelola kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas berdasarkan undang- undang dalam ruang lingkup kewenangan perizinan menjadi terbatas,” ujarnya.

Sehingga situasi ini, lanjut Rafli, berpotensi mengurangi sisi penerimaan negara dan dalam aspek yang lebih luas berpotensi menggangu iklim invetasi dan bisnis. “Mengingat untuk pengembangan ekonomi kawasan kini memasuki fase pengembangan,” kata Rafli.

Dia mencontohkan sesuai Pasal 5 PP No.83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang meliputi kewenangan perizinan dalam Bidang, Perdagangan, Perindustrian, Pertambangan dan Energi, Perhubungan, Pariwisata, Kelautan dan Perikanan; dan Penanaman modal. “Pemberlakuan RUU Cipta Kerja akan mereduksi kewenangan perizinan dalam bidang Perdagangan dan Industri sebagaimana diatur dalam PP No. 83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang,” ucap Rafli. (khf/fin/rh)

https://www.youtube.com/watch?v=S1yVJ4FvbDQ

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: