Bubur Sura Wujud Rasa Syukur dan Sedekah

Bubur Sura Wujud Rasa Syukur dan Sedekah

CIREBON-Dalam tradisi di Indonesia, bulan sura atau Muharram menjadi salah satu bulan yang mengandung kemuliaan. Di Cirebon, bulan sura ditandai dengan tradisi bubur sura. Salah satunya yang dilaksanakan di Keraton Kanoman.

Selain untuk menandai awal tahun baru Islam dan Tahun Baru Saka Aboge, tradisi ini juga dimaknai sebagai rasa syukur dan mengenang beberapa peristiwa sejarah yang terjadi tepat pada tanggal 10 Muharram.

Tradisi bubur sura ini tidak lepas dari peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah Islam seperti tobatnya Nabi Adam AS kepada Allah, berlabuhnya kapal Nabi Nuh AS, selamatnya Nabi Ibrahin AS dari api hukuman Raja Namrud, Nabi Yusuf AS dibebaskan dari penjara, Nabi Ayyub disembuhkan dari penyakit, Nabi Musa dan umatnya diselamatkan dari kejaran Firaun terjadi  pada bulan asyura, sampai pada terbunuhnya Sayyidina Husen bin Ali (cucunda Nabi Muhammad SAW) terjadi tepat pada 10 Sura.

Juru Bicara Keraton Kanoman Ratu Raja Arimbi Nurtina ST MHum, mengatakan, tradisi bubur sura sendiri sudah dilakukan sejak masa Sunan Gunung Jati (Wali Sanga). Peristiwa bersejarah ini kemudian diperingati dalam sebuah tradisi yang disebut bubur sura oleh para walisanga khususnya Sunan Gunung Jati, kemudian diteruskan oleh keturunannya.

Acara ini diawali dengan prosesi masak-masak oleh rombongan abdi dalem Panca Pitu, kemudian prosesi penyajian bubur sura di Bangsal Jinem Keraton Kanoman pukul 08.00 sampai menjelang duhur, lalu kemudian persiapan acara ritual hingga masuk waktu Ashar di Bangsal Paseban.

Tradisi Bubur Sura dipimpin langsung oleh Patih Kesultanan Kanoman, Pangeran Patih Muhamad Qodiron beserta para abdi dalem, wargi dan juga magersari. Hadir pula beberapa tamu seperti Bupati Cirebon, Imron, ketua DPRD Kabupaten Cirebon, M. Lutfi dan juga beberapa pejabat lain dari Kota dan Kabupaten Cirebon.

Bubur sura dan lauk-pauknya disajikan dalam sebuah takir, yaitu wadah yang terbuat dari daun pisang klutuk berbentuk perahu. Hal ini bermakna sebagai pengingat Bahtera Nabi Nuh. Lauknya sendiri berasal dari hasil bumi atau suro pendeman, seperti kacang-kacangan, umbi-umbian, kelapa, buah-buahan menjadi bahan pokok pembuatan bubur sura.

“Semua bahan tersebut adalah swadaya dari masayarakat yang mereka punya untuk bahan-bahan pembuatan bubur sura. Seperti beras, santan kelapa, sambal goreng, dendeng, ikan asin, tempe bergedel dan lain lain,” pungkasnya.

Selain itu, lanjut Ratu Arimbi, peringatan asyura juga mempunyai keutamaan untuk belajar mengeluarkan sedekah. Di tengah masa pandemi Covid-19 ini, dirinya juga menaruh doa mendalam agar pandemi Covid-19 cepat berlalu.

“Mudah mudahan, ini juga menjadi tolak bala. Khususnya pandemi Covid-19 seperti saat ini,” pungkasnya. (awr)

https://www.youtube.com/watch?v=o6HATm57wZY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: