Penularan Kusta Masih Tinggi di Indonesia
JAKARTA – Prevalensi penyakit kusta masih tinggi di Indonesia. Hal ini terjadi karena kurangnya edukasi masyarakat akan penyakit tersebut sehingga terlambat diobati dan menularkan pada orang lain.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto mengatakan penyakit kusta hingga kini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia.
“Ini disebabkan karena masih terjadinya penularan di masyarakat. Masih ada penderita di tengah-tengah masyarakat dan belum diobati dengan baik maka terjadi penularan di masyarakat,” katanya, Selasa (1/9).
Dijelaskannya, tidak hanya di Indonesia, kusta, juga masih merupakan permasalahan kesehatan di banyak negara di dunia. Setiap tahun, lebih dari 200,000 orang terdiagnosa kusta di dunia, dan sekitar 17.000 orang di antaranya berada di Indonesia.
“Ini membuat Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah India dan Brazil dalam jumlah penderita kusta terbanyak di dunia,” ungkapnya.
Menurutnya, berdasarkan data Sistem Informasi Penyakit Kusta (SIPK) per 25 Agustus 2020 menunjukkan bahwa masih ada 146 kabupaten-kota belum mencapai eliminasi yang tersebar di 26 provinsi.
Untuk jumlah kasus kusta yang terdaftar sekitar 18.000. Kasus tersebut tersebar di 7.548 desa yang mencakup wilayah kerja 1.975 puskesmas, di 341 kabupaten/kota di Indonesia.
“Angka kematian akibat penyakit kusta memang tergolong rendah. Namun, yang dikhawatirkan adalah kecacatan permanen yang dialami oleh penderitanya sehingga bisa mengganggu produktivitas masyarakat,” ungkapnya.
Kusta merupakan infeksi pada saraf dan kulit yang disebabkan oleh mycobacterium leprae. Penularannya melalui pernapasan, udara, dan kontak langsung dengan penderita yang belum diobati.
Faktor yang mempengaruhi penularan kusta adalah salah satunya penderita kusta yang belum mengonsumsi obat Kusta. Masa inkubasi perlu waktu lama (rata-rata 3-5 tahun) dan kejadian penyakit ini terbanyak pada negara tropis.
“Selain itu, pemahaman masyarakat tentang penyakit kusta juga masih kurang, atau bahkan masih ada yang menganggapnya sebagai penyakit kutukan. Karenanya, kami terus berupaya mengedukasi masyarakat secara intens agar muncul kewaspadaan secara dini,” ujarnya.
Dikatakannya pula, pihaknya dalam ini Kemenkes terutama petugas kesehatan untuk dapat dengan cepat medeteksi masyarakat yang menderita kusta. Sehingga bisa memberikan respon secara dini agar tidak terjadi penularan.
“Intervensi kusta yaitu dengan temukan secara cepat, dan obati secara tepat. Ini penting untuk memutus rantai penularan, dan secepatnya agar bisa mencegah penderitanya tidak jatuh dalam kondisi yang lebih berat,” katanya.
Di masa pandemi COVID-19 ini, Yuri menyebut Kemenkes tetap memberikan edukasi dalam peningkatan pengetahuan dan ketrampilan wasor kusta di provinsi dan kabupaten-kota melalui metode Pelatihan Jarak Jauh Pencegahan dan Pengendalian (PJJ P2).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: