Pidana Pemilu Tetap Diproses
JAKARTA-Langkah Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dengan menerbitkan surat telegram tentang penundaan proses hukum terhadap calon kepala daerah selama rangkaian Pilkada Serentak 2020 bukan berarti menghilangkan kasus pidana pemilihan, termasuk money politics. Setiap kasus pada pelanggaran Pilkada yang akan berlangsung 9 Desember tetap diproses secara tuntas.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI juga merespon hal ini sebagai hal penting. Pasalanya kasus-kasus money politics atau politik uang, pelibatan apartur sipil negara, pengkondisian bantuan sosial, kian meruncing dewasa ini.
“Semua tingkat menyelenggarakan patroli pengawasan untuk mencegah dan mengawasi praktik politik uang, terutama selama masa tenang. Kita juga tidak ingin hal-hal ini terjadi secara masif,” terang Ketua Bawaslu RI Abhan, Rabu (2/9).
Pada tahun 2019, Bawaslu mencatat money politics paling dominan. Pemberian uang kepada masyarakat untuk memengaruhi pilihannya. Total terdapat 25 kasus di 25 kabupaten/kota yang tertangkap. Kasus-kasus tersebut tersebar di 13 provinsi di seluruh Indonesia.
”Provinsi dengan tangkapan terbanyak adalah Jawa Barat dan Sumatera Utara dengan kasus sebanyak lima kasus. Penangkapan dilakukan atas koordinasi pengawas pemilu bersama dengan pihak kepolisiaan. Setiap pengawas pemilu penemu akan menindaklanjuti temuan. Pada Pilkada 2020 juga berlaku sama. Proses tetap berlanjut,” paparnya.
Abhan menilai, sejumlah permasalahan terkait Pemilu selalu terasa sama sejak awal reformasi hingga saat ini. Yakni, dalam situasi pemilu akan terasa kehidupan berbangsa muncul potensi konflik. ”Maka sejak dari awal saya mengatakan, rentetan peristwa dalam pesta demokrasi adalah kualitas demokrasi itu sendiri. Di setiap masa pilkada, muncul potensi bahaya,” timpalnya.
Lebih lanjut, Abhan mengatakan, bahwa pemilu dengan gaya demokrasi elektoral yang bebas, tidak boleh melabrak bangunan integrasi bangsa. ”Pada posisi ini peran elite, peserta dan semua unsur untuk sadar. Begitu pentingnya mentaati regulasi. Tolong lebih kita lebih bertanggung jawab dalam proses pendidikan politik kepada rakyat,” imbuhnya.
Sementara itu, instruksi Kapolri sebagaimana tertuang dalam Surat Telegram Nomor: ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 tertanggal 31 Agustus 2020 menyebutkan penundaan tidak berlaku untuk tindak pidana pemilihan, tertangkap tangan melakukan pidana yang berkaitan dengan keamanan negara, diancam hukuman mati, seumur hidup maka penyelidikan, penyidikan secara tuntas.
”Untuk penanganan perkara yang ditunda, akan dilanjutkan setelah tahapan pemilihan selesai, pengucapan sumpah janji. Apabila ditemukan adanya penyidik yang melakukan penyidikan terhadap perkara yang ditunda, akan dikenai sanksi disiplin maupun kode etik,” terang Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo.
Sigit menuturkan bahwa penundaan proses hukum ini penting agar tidak terjadi konflik kepentingan selama pilkada serentak dan mencegah dimanfaatkannya Polri oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik.
“Surat telegram itu tentu untuk mewujudkan profesionalisme dan menjaga netralitas kinerja Polri dalam pelaksanaan pelayanan masyarakat bidang penegakan hukum,” jelasnya.
Dalam surat tersebut, Kapolri Idham menyatakan bahwa penyelidikan, penyidikan terhadap bakal calon, alon peserta pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan wali kota dan wakil wali kota pada tahun 2020 yang diduga melakukan tindak pidana agar ditunda.
”Di samping itu, tidak ada lagi upaya pemanggilan dan upaya hukum lain yang mengarah pada persepsi mendukung salah satu bakal calon calon,” jelasnya. (fin/ful)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: