71 Hari Kampanye Pilkada Serentak 2020 Paling Rawan

71 Hari Kampanye Pilkada Serentak 2020 Paling Rawan

Dengan demikian, lanjutnya, kampanye bisa jadi ajang menekan penularan COVID-19. “Bayangkan 270 daerah kali 2 pasangan saja sudah 540. Kalau 1 pasangan bagikan 100 ribu masker, maka lebih kurang 54 juta masker berbagi dalam kontestasi ini. Itu luar biasa,” pungkas Tito.

Menanggapi hal itu, Ketua Bawaslu RI, Abhan menegaskan bekerja sama dengan Satpol PP, TNI, hingga Polri untuk mengamankan Pilkada 2020. Bawaslu menyebut pelanggaran di tengah Pilkada akan disanksi dengan teguran hingga pidana.

“Bawaslu punya kewenangan penanganan pelanggaran yang sifatnya administratif dan pidana. Admnistratif itu ada yang dengan sidang ajudikasi. Seperti juga dalam pelanggaran money politics yang terstruktur dan masif,” terang Abhan.

Dia mengatakan penanganan pelanggaran akan dikedepankan secara persuasif. Yaitu berupa teguran pengawasan pemilu. Jika teguran tidak dindahkan, sesuai peraturan KPU 6 dan 10 tahun 2016, bisa diterapkan sanksi sesuai undang-undang.

Abhan menyebut pihaknya berkoordinasi dengan Satpol PP terkait pengawasan protokol kesehatan. Menurutnya, sanksi selain dari PKPU, bisa juga diterapkan dari undang-undang hingga peraturan derah masing-masing.

“Dalam hal ini peran Satpol PP besar sekali karena mengenai aturan protokol kesehatan tidak hanya diatur dalam PKPU 6 dan PKPU 10 tentu ada di regulasi. Contohnya ada di UU 6 tahun 2018 mengenai karantina kesehatan, Permenkes nomor 9 tahun 2020, di Kepmenkes 01 , dan peraturan daerah masing-masing,” urainya.

Dia menyebut bisa juga diterapkan hukuman pidana penjara sebagai langkah terakhir ketika paslon hingga masyarakat tetap melakukan pelanggaran protokol kesehatan. “Bawaslu bisa melibatkan pihak kepolisian untuk penerapan pidana. Seperti tercantum pada Pasal 212 KUHP, Pasal 218 KUHP, hingga UU Karantina Pasal 93. Saya kira ini menjadi ultimum remidium, pertama persuasif teguran. Yang terpenting bagaimana Bawaslu berkoordinasi agar aturan bisa diterapkan. Tujuannya agar masyarakat aman dari COVID-19,” beber Abhan.

Terpisah, polisi menegaskan akan menunda proses hukum terhadap peserta Pilkada 2020. Ini dilakukan untuk menjaga netralitas anggota Polri. Hal ini setelah Kapolri Jenderal Pol Idham Azis tertuang dalam Surat Telegram Rahasia bernomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 tertanggal 31 Agustus 2020.

“Memerintahkan seluruh anggota agar mematuhi dan melaksanakan STR Netralitas. Ini harus betul-betul dicermati. Khususnya setiap laporan yang masuk terkait para balon dan paslon Pilkada 2020. Sehingga tidak memunculkan polemik penegakan hukum yang berdampak terhadap balon dan paslon. Tentu hal ini bisa merugikan balon maupun paslon yang sedang ikut konstestasi Pilkada,” tegas Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo di Jakarta, Jumat (4/9).

Dia menyampaikan proses hukum yang memunculkan polemik dan merugikan peserta pilkada akan membuat Polri terlihat tidak netral. Penyidik, lanjut Sigit, harus cermat dan hati-hati dalam menyikapi laporan polisi. “Penyidik harus cermat dan hati hati. Ada sanksi apabila penyidik melanggar dan tidak mematuhi STR Kapolri tentang netralitas tersebut,” ucap mantan ajudan Presiden Joko Widodo ini.

Dalam telegram juga dijelaskan peserta pilkada dapat diproses jika melakukan tindak pidana pemilihan, tertangkap tangan, dan mengancam keamanan negara. Arahan penundaan kasus tidak berlaku bagi peserta pilkada yang melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup dan mati.(rh/fin)

https://www.youtube.com/watch?v=wSGqHX4kv0Y

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: