Uji Klinis Fase Tiga Plasma Konvalesen
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan uji klinis fase dua sekaligus fase tiga untuk terapi plasma konvalesen pada pasien Covid-19. Ini sebagai upaya pengobatan penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2. \"Uji klinis ini bertujuan untuk mengetahui efikasi atau manfaat dari pemberian terapi plasma darah bagi pasien Covid-19,\" kata peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Profesor David H Muljono di Jakarta, Selasa (8/9).
Menurutnya, selama ini, berbagai negara di dunia sudah banyak yang mencoba menggunakan terapi plasma darah untuk pasien Covid-19 dan terbukti aman. Namun hasil yang didapatkan oleh peneliti belum mampu membuktikan keampuhan dalam penyembuhan.
\"Pada akhir Maret, lima pasien diberikan plasma di Cina dan terbukti efektif aman. Beberapa pasien membaik dan bisa dipulangkan. Di beberapa negara melakukannya dan ternyata safety-nya cukup baik. Ada lima ribu orang diberikan plasma darah di Amerika dan keamanannya cukup baik,\" jelas David.
Karena itu, uji klinis plasma darah untuk terapi Covid-19 yang dilakukan di Indonesia bertujuan untuk mengetahui keampuhan plasma darah dalam menyembuhkan pasien Covid-19.
Berdasarkan uji klinis yang pernah dilakukan di Amerika Serikat, plasma darah tidak efektif diberikan pada pasien Covid-19 yang sudah dalam fase kritis. Pada fase uji klinis ini diberikan pada pasien Covid-19 dengan gejala sedang hingga berat.
Hingga saat ini sudah ada 29 rumah sakit yang bekerja sama dengan Badan Litbang Kemenkes untuk melakukan uji klinis plasma darah. Untuk tahap pertama, uji klinis dilakukan di empat rumah sakit.
\"Plasma darah diberikan pada pasien dengan dosis 250 mm plasma darah dari donor yang sudah sembuh. Plasma diberikan sebanyak dua kali. Diharapkan bisa menjadi data dan bukti yang baik,\" paparnya.
Selama proses uji, pasien akan dipantau selama 28 hari. Sejak saat pemberian pertama. Pada hari ke- 14 hari tetap dipantau di rumah sakit. Selanjutnya, 14 hari setelahnya diperbolehkan pulang. \"Namun, tetap melakukan kontak dengan dokter dan rumah sakit,\" pungkas David. (FIN)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: