Segera! BPK Audit Dana Influencer

Segera! BPK Audit Dana Influencer

JAKARTA – Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sudah selayaknya melakukan audit dana influencer yang besarannya menembus Rp90,45 miliar. Dana fantastis ini harus dipertanggungjawabkan secara jelas hingga tidak memantik kecemburuan media yang secara jelas pendirian dan kedudukannya diatur dalam Undang-Undang dan ketentuan yang mengikat.

Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menyebut sah saja jika Pemerintah khususnya kementerian yang ada membangun pencitraan dengan beragam cara. Namun apakah dibenarkan menggelontorkan anggaran influencer yang besarannya di luar nalar.

”Gelontorkan pemerintah yakni Rp90,45 M itu tidak sedikit. Dimana regulasi yang mengatur. Jika ini diserahkan pada media jelas lebih bermanfaat dan legal. Media saat ini terdampak, dengan uluran dan bantuan pemerintah nilai sebesar apa pun sangat berarti dibandingkan diberikan oleh personal,” terang Jerry kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Jumat (11/9).

Influencer sambung dia bukan organisasi atau lembaga. Kecuali kehadiran mereka disahkan dalam Perpres atau Keppres.”Dalam PP No.45 Tahun 2013 jelas tertera penggunaan uang negara. Apalagi uang yang dipakai untuk Covid-19 dan lainnya harus transparan. Sekali lagi kenapa pemerintah tidak melihat ini. Media cetak, media online merupakan sarana yang tepat dalam menyeberakan berita positif tanpa hoaks,” beber Jerry.

BPK maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat melihat hal ini secara jernih. Mengingat satu peser duit negara yang keluar harus dipertanggung jawabkan. ”Untuk dapat melaksanakan pendapatan dan belanja negara, seperti yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara tentu harus lebih profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Ini UU tolong jangan diabaikan!” terangnya.

Pada Maret lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku pemerintah mengeluarkan dana untuk kepentingan promosi pariwisata. Selain untuk influencer, demi meredam dampak virus corona pemerintah juga menganggarkan dana Rp103 miliar untuk promosi dan kegiatan pariwisata sebesar Rp25 miliar.

”Sekali lagi apa dasarnya ada dana influencer. Media yang mendapatkan iklan dengan besaran Rp200 juta saja harus ikut lelang. Maaf sekali, kebijakan ini harus dikoreksi,” timpalnya.

ICW sendiri telah memberikan catatan sejumlah lembaga yang menggunakan jasa influencer. Di antaranya adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan jumlah paket pengadaan jasa influencer sebanyak empat dengan total nilai Rp10,83 miliar. Lainnya, Kemendikbud dengan total paket pengadaan jasa influencer sebanyak 22 dan total nilai Rp1,6 miliar.

Selain itu, Kementerian Perhubungan dengan total paket sebanyak satu dan nilainya Rp195,8 juta. Kelima, Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan total paket satu dan nilainya Rp150 juta.

Egi menyebut soal pengadaan sosialisasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Jasa artis Gritte Agatha dan Ayushita Widyartoeti Nugraha pun digunakan senilai Rp114,4 juta.

Selain itu, pihaknya juga menemukan Kemendikbud menggelontorkan anggaran untuk menyosialisasikan PPDB 2019 melalui dua influencer lainnya yakni Ahmad Jalaluddin Rumi dan Ali Syakieb juga dengan nilai Rp114,4 juta.

”Sebetulnya ada beberapa nama lain, bisa dicek lain di LPSE Kemendikbud. Kalau cek influencer pasti keluar nama-namanya,” ucap Egi.

Berangkat dari itu, ICW menyimpulkan bahwa pemerintahan Jokowi tidak percaya diri dengan program-programnya hingga harus menggelontorkan anggaran untuk influencer. Dia pun menyatakan, pemerintah seharusnya transparan dari segi anggaran, baik alokasi atau penggunaannya.

”Publik sebenarnya berhak tahu kebijakan yang menggunakan influencer dalam sosialisasinya, kebijakan mana saja. Influencer juga harus memberikan disclaimer bahwa ini adalah aktivitas berbayar atau yang didukung pemerintah dalam publikasikan postingannya,” kata Egi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: