JAKARTA - Keputusan Dewan Kehormayan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua KPU dinilai berlebihan. Penilaian itu disampaikan Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik.
“Berlebihan menurut saya hukuman ini diberikan kepada pak Ketua KPU. Apalagi surat yang beliau keluarkan untuk menyampaikan SK Presiden tentang pembatalan SK pemberhentian saya tersebut,” kata Evi Novida Ginting Manik, di Jakarta, Rabu (13/1).
Surat soal Evi kembali aktif lagi sebagai Anggota KPU tersebut, menurut dia, sebagai respons karena Presiden Joko Widodo melalui Mensekneg menyampaikan SK pembatalan pemberhentian Evi kepada Ketua KPU.
“Itu kan karena Presiden melalui Mensekneg menyampaikan SK tersebut kepada Ketua KPU untuk disampaikan kepada saya,” ujarnya.
Surat tersebut, lanjut Evi, sudah diparaf oleh semua anggota KPU lainnya (5 anggota). Hai itu membuktikan surat penyampaian SK pembatalan pemberhentian Evi bukan keputusan pribadi Arief Budiman sebagai Ketua KPU.
“Jadi apalagi yang diperlukan DKPP untuk membuktikan bahwa surat yang dikeluarkan oleh Ketua KPU adalah surat yang sudah disetujui oleh pleno dan surat atas nama lembaga. Ketua itu kan simbol lembaga,” ucap-nya.
Evi pun mengaku sedih karena Arief Budiman tak seharusnya menerima putusan tersebut.
“Sedih lah wong saya bukan peserta pemilu dan hampir 4 tahun beliau menjadi kolega, waktu kejadian itu saya sudah masukkan gugatan (ke PTUN Jakarta) di pagi hari nya via ‘Ecourt’,” ujarnya
Diketahui, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi terhadap Arief Budiman yakni pemberhentian dari jabatan Ketua KPU RI.
Arief Budiman terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu karena mendampingi atau menemani Evi Novida Ginting Manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Tindakan Arief Budiman menerbitkan Surat KPU Nomor 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020 dengan menambah klausul yang meminta Evi Novida Ginting Manik aktif melaksanakan tugas sebagai anggota KPU Periode 2017-2022 merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang dalam kedudukan sebagai Ketua KPU RI. (riz/fin)