JAKARTA – Meski program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sudah berjalan di tahun kedua, namun ternyata sejumlah insentif yang diberikan pemerintah belum menyentuh secara merata ke seluruh sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada.
Menurut Ekonom INDEF Bhima Yudhistira, dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk UMKM yang nilainya hanya Rp2,4 juta pada tahun lalu, hal ini hanya bisa dinikmati pelaku usaha mikro, khususnya di bidang Food and Beverage (F&B) saja.
Sementara itu, sektor usaha kecil maupun usaha menengah yang sebagian besar menggeluti usaha kerajinan tangan hingga produk pangan, tidak tercover BLT tersebut. Sedangkan jika harus mengakses bantuan lain seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang range-nya bisa lebih tinggi, para pelaku usaha terhambat akses perbankan.
“Idealnya memang, Bansos UMKM itu nilainya diperbesar, antara Rp5 juta – Rp6 juta, agar itu bisa membantu. Itu BLT, bukan bantuan kredit,” ujar Bhima, kemarin (25/2).
Terpisah, pelaku usaha kerajinan (Craft), Salmano Craft, Salman Maolani mengatakan bahwa usaha seperti yang ditekuninya, yang membutuhkan skala modal antara Rp200 juta – Rp500 juta, hingga kini sama sekali tidak bisa mengakses fasilitas insentif dari pemerintah, mulai dari Bansos atau BLT, hingga akses KUR dan juga perpajakan.
Selama ini, Salman mengaku hanya bisa mengandalkan permodalan pribadi, dan mengakali kebutuhan permodalan besar dengan meminta down payment kepada pemesan produk skala besar, hingga meminta pembayaran penuh bagi pembeli di negara lain atau kebutuhan ekspor.
“Saya punya beberapa usaha, craft hingga kuliner. Modal yang kita mainkan sekitar Rp5 miliar, cuma karena semua sektor usaha kolaps kecuali craft, bahkan sampai asetnya disita dan blacklis perbankan, jangankan untuk pinjam modal besar, untuk pinjam Rp100 juta saja enggak bisa. Sebenarnya ini masih masuk range-nya KUR,” ujar Salman, kemarin.
Berbeda dengan Salman, pemilik usaha cafe dan studio music The Lackers Music and Cafe, Agung Putra mengaku sangat terbantu dengan adanya program insentif pemerintah.
Agung berkisah, pada awalnya ia memiliki usaha rental sound system serta studio musik. Namun seiring dengan adanya pembatasan sosial di masa pandemi Covid-19 pada awal 2020 lalu, usaha rental sound system serta studio musiknya tidak bisa beroperasi lantaran aturan pembatasan sosial. Ia pun lantas putar haluan ke usaha kuliner.
Agung memulai debut usaha cafe-nya setelah ia berhasil mendapatkan KUR dari Bank BRI yang merupakan program PEN pemerintah, dengan besaran pinjaman Rp25 juta, bunga relatif ringan hanya 3 persen.
“Ketika itu untuk perizinan dipermudah, setelah mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) dan persyaratan administratif lain, saya memulai usaha cafe dengan modal dari KUR dan hasil menjual sebagian sound system,” ujar Agung, kemarin.
Menurut Agung, meski omzet usaha cafe tak setinggi usahanya terdahulu, namun ia mengaku survive dengan usaha barunya tersebut dan bisa bertahan di masa pandemi.
“Pengajuan KUR-nya gampang, tinggal datang dan lengkapi persyaratan, bunganya rendah,” pungkas Agung.
Sebagai informasi, pemerintah mengalokasikan anggaran PEN 2021 sebesar Rp699,01 triliun. Jumlah itu meningkat 20,56 persen dari realisasi anggaran PEN 2020 yang sebesar Rp579,78 triliun.
Sektor kesehatan tahun ini yang sebesar Rp176,3 triliun meningkat 177,59 persen dari anggaran tahun 2020 yang sebesar Rp63,51 triliun. Alokasi anggaran Sektor Perlindungan Sosial 2021 Rp157,41 triliun, turun 28,57 persen dari anggaran 2020 yang sebesar Rp220,39 triliun.