Waled Hanya Pengalih Isu, Masalahnya di RSUD Arjawinangun

Rabu 14-08-2013,11:40 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

SUMBER– Gonjang-ganjing persoalan pembangunan fasilitas kesehatan di RSUD Waled teridikasi hanya sebagai pengalihan isu untuk menutupi kejahatan penyalahgunaan anggaran dana jaminan kesehatan daerah (jamkesda) dan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) di RSUD Arjawinangun yang sudah berjalan beberapa tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber Radar, ada sekitar Rp4 miliar anggaran yang tidak jelas pertanggungjawabannya. Padahal, seharusnya anggaran tersebut digunakan untuk membayar klaim rumah sakit terhadap pelayanan jamkesda dan jamkesmas. Manajemen RSUD Arjawinangun harus menunggak untuk membayar jasa dokter dan belanja obat-obatan. “Kejanggalan penggunaan anggaran ini muncul ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK, red) melakukan audit terhadap manajemen rumah sakit atas penggunaan anggaran tahun 2012 lalu,” ujar salah seorang sumber yang enggan dikorankan. Dijelaskan, dalam memberikan pelayanan jamkesda dan jamkesmas kepada pasien, pihak rumah sakit harus menanggung terlebih dahulu seluruh biaya yang dikeluarkan setiap kali penanganan. Biaya ditalangi manajemen rumah sakit mulai dari jasa dokter, obat-obatan sampai dengan biaya perawatan. Untuk program jamkesda, yang harus membayar seluruh biaya penanganan pasien adalah APBD pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. Sementara untuk program jamkesmas yang menanggungnya adalah pemerintah pusat. “Uang yang seharusnya digunakan untuk membayar seluruh pelayanan jamkesda dan jamkesmas di RSUD Arjawinangun, menguap entah kemana. Aturannya, ketika rumah sakit sudah melaksanakan seluruh program jamkesda dan jamkesmas, seharusnya mereka menerima dana untuk membayar seluruh tenaga dan jasa demi kelangsungan program tersebut. Tapi, kenyataannya tidak,” jelas sumber tersebut. Sementara pada bagian lain, Sekretaris LSM Indonesia Crisis Centre, Wartono menyayangkan sikap Wakil Komisi III DPRD, Ahmad Aidin Tamim yang tidak memahami kapasitas dan domain proses penegakan hukum. Diterangkan, bila diharuskan menunjukkan bukti-bukti kejanggalan dalam pelaksanaan pembangunan fasilitas kesehatan di RSUD Waled, bukan kewenangan LSM, melainkan kewenangan pihak penyidik. “Kami hanya sebatas melaporkan, kalau ada kejanggalan, kalau ingin bukti lebih lanjut, silakan ke pihak penyidik,” terangnya. Oleh sebab itu, ia meminta kepada anggota DPRD untuk memahami terlebih dahulu proes penegakan hukum di Indonesia, sehingga tidak semena-mena dalam berwacana. “Belajar hukum dulu lah,” tegasnya. Kemudian, saat disinggung mengenai kelanjutan proses pelaporannya ke Polda Jabar dan Komisi Pemberantasan Korupsi, Wartono memaparkan bahwa berdasarkan kabar dari Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Jabar, AKBP Yayat Popon Ruhiyat, surat sudah masuk 2 Agustus 2013 dan sudah didisposisi untuk kemudian ditindaklanjuti oleh unit yang menangani. “Polda masih sibuk mengamankan arus mudik, makanya kami akan ke Bandung lagi setelah operasi arus mudik sudah selesai. Sementara untuk KPK, kita akan ke Jakarta untuk mengecek apakah surat yang dikirimkan melalui Pos sudah sampai atau belum,” paparnya. (jun)

Tags :
Kategori :

Terkait