Rupiah Terendah sejak 2009, IHSH Merosot Paling Tajam

Selasa 20-08-2013,08:55 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

** Finansial Terguncang, Menkeu Jamin Aman JAKARTA - Masa libur Lebaran rupanya hanya menjadi rehat sesaat bagi rupiah. Begitu pasar dibuka usai Lebaran, rupiah terus tertekan. Puncaknya, kemarin rupiah terperosok hingga level 10.451 per dolar AS (USD). Ini level terendah sejak 18 Mei 2009. Ketika itu, rupiah diperdagangkan di posisi 10.480 per USD. Pemerintah pun terus berupaya mendinginkan pasar. Menteri Keuangan Chatib Basri lagi-lagi mengatakan, nilai tukar rupiah saat ini selaras dengan perkembangan ekonomi global. Karena itu, pemerintah tidak khawatir dan berharap para pelaku usaha juga tidak khawatir. \"Ini (rupiah, red) tidak apa-apa, masih aman-aman saja,\" ujarnya kemarin (19/8). Chatib yang masih merangkap sebagai kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kembali menegaskan bahwa pelemahan mata uang terhadap greenback (USD) menjadi fenomena global. Artinya, rupiah bukan satu-satunya mata uang yang terdepresiasi terhadap USD. \"Coba lihat mata uang negara lain. Kondisinya sama,\" katanya. Merujuk data Bloomberg, sepanjang hari kemarin, hampir seluruh mata uang di kawasan Asia Pasifik melemah terhadap USD. Satu-satunya mata uang yang menguat adalah dolar Australia (AUD) yang terapresiasi 0,44 persen terhadap USD. Depresiasi paling parah terjadi pada rupee (India). Hingga berita ini ditulis tadi malam, rupee melemah hingga 2,31 persen terhadap USD. Nah, rupiah menjadi mata uang yang mengalami pelemahan terparah kedua, yakni 0,99 persen di posisi 10.533 per USD. Mata uang lain yang terdepresiasi cukup besar adalah dolar Singapura (SGD) 0,46 persen, yen Jepang (JPY) 0,44 persen, peso Filipina (PHP) 0,41 persen, baht Thailand (THB) 0,38 persen, serta ringgit Malaysia (MYR) 0,31 persen. Selain rupiah yang terjerembab, pasar saham juga rontok. Pada perdagangan kemarin (19/8), indeks harga saham gabungan (IHSG) terpukul telak sebesar 255,14 poin atau turun 5,58 persen ke level 4.313,518. Capaian tersebut sekaligus merupakan koreksi terbesar IHSG sejak awal tahun ini. Bahkan, di antara indeks acuan dunia, bursa Indonesia mencetak penurunan kinerja terbesar. Baru disusul oleh indeks SET Thailand (-3,27 persen), S&P Sensex India (-1,99 persen), dan FTSE ST Singapura (-0,76 persen). Sebaliknya, dari 13 indeks acuan dunia, hanya dua bursa yang berhasil menguat meski tipis, yakni indeks Nikkei Jepang (+0,79 persen) dan Shanghai Tiongkok (+0,83 persen). Menurut Chatib, rontoknya harga saham dipicu oleh kombinasi banyak faktor. Faktor eksternalnya adalah kekhawatiran pasar terhadap langkah Bank Sentral Amerika (The Fed) yang mengurangi kucuran quantitative easing (QE) melalui tappering off. Selain itu, kabar terancam ditutupnya Merryl Lynch oleh Bank of America (BoA) juga membuat pasar ketar-ketir dengan kinerja industri keuangan AS. \"Itu semua membuat pasar khawatir dan mendorong stock market jatuh,\"  katanya. Lalu, mengapa penurunan harga saham di Indonesia lebih tajam daripada negara-negara lain\" Menurut Chatib,\" faktor internal juga berpengaruh. \"Ini terkait defisit current account (transaksi berjalan) 4,4 persen akibat tingginya impor,\" ujarnya. Meski demikian, doktor ekonomi lulusan Australia National University ini kembali mencoba optimistis. Dia menyebut, defisit transaksi berjalan pada triwulan II lalu akan membaik pada triwulan III. \"Alasannya, impor minyak sudah mulai turun setelah kita naikkan (harga, red) BBM Juni lalu,\" jelasnya. Head of Investment Management PT BNI Asset Management Abdullah Umar Baswedan menambahkan, saat ini indeks turun cukup dalam karena berita defisit neraca pembayaran. \"Ini di luar ekspektasi,\" ujarnya. Akibat banyaknya sentimen negatif tersebut, dana investor asing yang hengkang dari bursa tembus Rp1,78 triliun, dengan total net sell (jual bersih) Rp4,12 triliun sejak awal tahun. Seluruh saham sektoral yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pun jatuh di zona merah. Dari total frekuensi saham sebanyak 154.331 kali transaksi, sektor saham industri dasar adalah yang paling besar mengalami tekanan jual hingga merosot 7,46 persen. Diikuti dengan sektor properti dan finansial yang masing-masing terkoreksi 6,38 persen dan 6,34 persen. Secara spesifik, saham-saham berkapitalisasi besar yang dirundung aksi jual investor asing, antara lain, BBCA (-7,8 persen), BBRI (-8,3 persen), TLKM (-6,6 persen), BMRI (-7,8 persen), dan ASII (-5,6 persen). Tak pelak, pertumbuhan bursa saham Indonesia sejak awal tahun gagal bertahan di garis hijau. Dengan penurunan 0,07 persen, bursa Indonesia mengalami koreksi terendah jika dibandingkan dengan bursa di kawasan lain. Misalnya, bursa Tiongkok (-8,09 persen), India (-6,17 persen), Thailand (-3,98 persen), dan Hongkong (-0,85 persen). Meski kondisi pasar yang bearish (menurun) ini masih terus terjadi, Abdullah tetap optimistis terhadap gerak IHSG pada akhir tahun ini. Menurut dia, berbagai kabar buruk ini hanya bersifat temporer. \"Setelah periode September, dana asing akan kembali masuk meski dana-dana jangka pendek. Mereka (dana asing, red) tidak mungkin keluar terus,\" jelasnya. Apalagi, tambah dia, saat ini PE (price earning) IHSG sudah pada level murah, yakni sekitar 14 kali. \"Jika rupiah saat ini masuk ke equilibrium baru, justru IHSG kini masuk ke level non bubble. Level wajar IHSG memang di kisaran 4.300-4.400-an. Kalau IHSG sempat masuk ke level 5.200 karena gencarnya dana asing, itu memang sudah terlampau tinggi dan dikhawatirkan bubble,\" jelasnya. (owi/gal/c1/kim)

Tags :
Kategori :

Terkait