Bidik 3.000 Aplikasi Pinjol Ilegal, Kabareskrim: Tidak Harus Menunggu Laporan Masyarakat

Selasa 22-06-2021,06:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

JAKARTA- Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menegaskan pihaknya tak akan menunggu laporan masyarakat terkait pinjaman online (pinjol) ilegal. Saat ini pihaknya tengah membidik sedikitnya 3.000 aplikasi pinjol ilegal.

\"Saat ini kan ada yang masih ditangani oleh Bareskrim, dalam hal ini kita juga terus berkoordinasi dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan),\" ujar Komjen Agus Andrianto, Minggu (20/6). \"Nantinya hasil dari tim penyidik tentunya akan berguna untuk membuka jaringan serta keterkaitan penyedia pinjol ilegal tersebut,\" sambungnya.

Ditegaskan Agus, jajarannya diminta untuk langsung menindak segala bentuk kasus pinjol ilegal tanpa menunggu terlebih dahulu laporan dari masyarakat. Lantaran, kasus ini sudah sangat meresahkan dan merugikan rakyat Indonesia. \"Ini bukan delik aduan ya. Karena ini sangat meresahkan, maka tidak perlu lagi kami menunggu laporan,\" tegasnya.

Dia juga menekankan kepada seluruh jajaran untuk memberantas aplikasi pinjol ilegal di seluruh daerah Indonesia. Hal ini untuk memudahkan proses penindakan per wilayah. \"Kita tahu, sebaran lokasi pelaku ini bisa mencakup berbagai daerah. Input pun juga disampaikan ke wilayah-wilayah agar turut serta dalam penindakan,” katanya.

Aplikasi pinjaman online (pinjol) ilegal dinilai sangat berbahaya. Terutama terhadap data pribadi mereka yang terlanjur jadi nasabah. Dirktut Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika mengatakan masyarakat harus mewaspadai bahaya dari pinjol ilegal. Data pribadi nasabah dapat dicuri. \"Aplikasi tersebut (pinjol ilegal) di dalamnya terdapat permintaan untuk dapat mengakses data (seluruh) milik korban,\" ujar Helmy Santika dalam keterangannya, Minggu (20/6).

Dikatakannya, proses pencurian data pribadi terjadi saat adanya pengajuan pinjaman ke aplikasi tersebut. Dengan sistem aplikasi itu, data-data pribadi korban bisa diambil. Bahayanya data tersebut akan digunakan untuk hal-hal yang tidak bertanggungjawab. \"Secara aplikasi memberikan persetujuan untuk data ditarik oleh penyedia pinjol,\" ungkap dia.

Dikatakannya, data pribadi ini biasanya digunakan pinjol ilegal untuk menagih pembayaran kepada para korbannya. Jika nasabah tak mau bayar dengan bunga tinggi, maka akan mendapatkan berbagai ancaman. \"Bila macet, bagian penagihan akan melakukan tindakan mem-bully sampai dengan pencemaran nama baik yang dikirimkan ke seluruh kontak termasuk medsos ke nasabah,\" jelasnya.

2

Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penipuan dengan modus pinjaman online (pinjol). Pengungkapan ini bermula dari laporan masyarakat terkait adanya aplikasi pinjaman dengan suku bunga tinggi dengan nama RP Cepat.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Wadir Tipideksus Kombes Whisnu Hermawan Februanto mengatakan pinjol RP Cepat menggunakan sistem bunga yang tak wajar. Karenanya membuat korban enggan membayarkan dan melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.

Padahal dalam surat edaran, RP Cepat hanya menjanjikan suku bunga rendah yaitu 7 persen. Namun ketika korban telah meminjam, RP Cepat memasang suku bunga yang tak wajar. \"Kebanyakan korban itu pinjamnya Rp1,7 juta, dapatnya Rp500 ribu, dapat di tangannya Rp290 ribu saja. Tapi mengembalikannya puluhan juta nantinya. Bahkan ada yang minjam uangnya Rp3 juta balikinnya Rp60 juta,\" kata Kombes Whisnu Hermawan Februanto, Jumat (18/6).

Dikatakannya, selama beroprasi aplikasi pinjol RP Cepat tidak memiliki legalitas dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). \"Kami informasikan kepada masyarakat bahwa aplikasi RP Cepat tidak memiliki izin. Ini sesuai dengan hasil penyelidikan langsung kami dan pihak OJK di lapangan,” terangnya.

Dalam menjalankan aksinya, pengelola aplikasi RP Cepat tidak memiliki tempat atau alamat perusahaan yang tetap. \"Mereka pindah-pindah, terakhir di Jakarta Barat terungkap perusahaan itu mengontrak rumah. Dari sini terdapat lima orang ditangkap dan dua orang yang diduga sebagai pengendali aplikasi masuk DPO, diduga warga negara asing dari China,” tuturnya.

Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Namun, ada pula dua negara asing yang masih tengah menjadi buronan. Adapun kelima tersangka itu adalah, EDP, BT, ACJ, SS dan MRK. Sementara dua orang WNA yang telah diminta pencekalan ke Ditjen Imigrasi adalah XW dan GK.

Wadirtipideksus juga menegaskan, penetapan lima tersangka dan dua DPO ini bukan didasari penerapan suku bunga yang tinggi, tetapi juga terkait SMS blasting serta teror kepada peminjam uang sebelum tenggang waktu yang ditetapkan. Sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

\"Ini kita lihat melalui barang bukti yang ada berupa SIM Card dan alat-alat lainnya, mereka juga melakukan SMS blasting kepada para peminjam. Ini jelas sangat meresahkan meski korban mengalami kerugian yang sangat kecil, namun jumlahnya jika diakumulasikan sangat besar,” tukasnya. (gw/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait