Oleh: Kurniadi Pramono
MITOS is mitos. Agak aneh, orang modern Inggris ternyata penyuka perihal supranatural dan sesuatu yang berbau klenik. Percaya atau tidak, mitos soal kesialan Timnas Inggris bagaikan mimpi buruk yang selalu datang menghantui tiap dua tahun sekali. Bergantian di arena Euro dan pentas World Cup.
Sejak tahun 1966, setelah mereka menjadi juara dunia sebagaimana gelar internasional pertama dan satu-satunya, kesialan itu dianggap sebagai perangkap kutukan. Di mana mereka seolah mendapat vonis telah melakukan kecurangan, sebagai tuan rumah yang menghalalkan segala cara untuk menjadi juara dunia, 55 tahun yang lalu.
Tidak tanggung-tanggung, kutukan yang menghantui rakyat Inggris itu bukan hanya satu, melainkan tiga. Pertama, selalu kalah dari siapapun lawannya dalam adu penalti di babak gugur. Kedua, tidak bisa melewati babak semifinal. Dan ketiga, yang terakhir, tidak bisa menjadi juara.
Upaya melawan kutukan itu juga mengisahkan balada pelatih (almarhum) Bobby Robson ketika membawa timnya ke Piala Dunia Italia 1990. Alkisah, Inggris melawan Kamerun di perempat final. Robson konon dibisiki penasihat spiritual bahwa Kamerun punya kekuatan gaib di luar alam wajar. Kamerun punya dukun ajib.
Inggris bisa unggul lebih dulu 1-0 lewat gol indah tandukan David Platt. Tapi kemudian Kamerun tiba-tiba menyusul menjadi 1-2 dalam rentang tiga menit saja. Robson betul-betul panik, apalagi selama 15 menit kemudian, beberapa peluang besar tak bisa menjadi gol. Gawang Kamerun seolah tertutup tembok. Penasihat spirituilnya mengirimkan pesan untuk meminta bola diganti, dan bola yang lama disimpan di bawah kursi Robson.
Serta merta, asisten Robson bangkit berlari saat terjadi bola mati, berteriak ke wasit untuk mengganti bola yang sedang dipakai dengan alasan tekanan anginnya berkurang, agak kempis. Wasit mengabulkan. Dan, tiga menit kemudian, ketika pertandingan tinggal sisa 7 menit lagi, Gary Lineker menyamakan kedudukan menjadi 2-2. Inggris akhirnya melaju ke semifinal dengan gol kedua Lineker semasa extra time, 3-2.
Sayang, penasihat spiritual Inggris saat itu kehabisan mantera untuk menangkis kutukan kedua, tak bisa melewati semifinal. Inggris kalah dari Jerman (Barat) melalui, lagi-lagi, kutukan adu penalti! Sungguh kutukan itu bagaikan nyata, bukan sekadar rumor.
Balik ke Euro 2020. Sebagai mantan pemain nasional Inggris, Gareth Southgate paham dengan rumor itu. Southgate bukannya pura-pura tidak tahu atau tidak percaya.
Ketika timnya menang adu penalti melawan Kolombia di perdelapan final Piala Dunia 2018 lalu, mungkin di dalam hati dan pikirannya, horor hantu adu penalti itu ternyata cuma mitos belaka. Benar juga, di perempat final setelah menghentikan musuh lamanya, Swedia (2-0), Southgate seakan bersumpah akan melewati semifinal.
Apa yang terjadi, kutukan itu terlalu kuat untuk dilawan. Harry Kane dan rekan-rekannya terhalang Kroasia kendati di awal sudah unggul dulu dari gol Kirean Trippier sejak menit ke-5.
Konon, ini artinya, no debat tanpa bisa dibuktikan, seorang paranormal misterius mengatakan, Inggris bisa melewati kutukan kedua dan ketiga, asalkan dengan syarat bermain di tahun ganjil, bukan tahun genap. Apalah daya, Euro dan Piala Dunia selalu dipertandingkan dalam interval dua tahunan di saat tahun genap sejak 1960 dan 1930. Artinya, sangat menyedihkan, bahwa Inggris tak akan berdaya melawan kutukan mengerikan itu.
Hah! Entah mau dikatakan apa. Euro ke-16 yang semula dijadwalkan tahun genap 2020 lalu, karena pandemi global, ditangguhkan pelaksanaannya satu tahun hingga 2021. Gubrak! Bukankah ini artinya alam sedang merestui upaya Inggris melawan kutukan kedua dan ketiga?
Believe it or not, kutukan kedua benar-benar nyata bisa diruwat dengan mantra tahun ganjil. Inggris bisa melawan kutukan semifinal setelah menjinakkan dinamit Denmark 2-1, dengan susah payah selama 120 menit. Betul ini bukan lagi mimpi, Inggris akan tampil di final Senin (12/7) dinihari nanti WIB.
Tepatnya di stadion keramat Wembley London, lokasi di mana Geoff Hurst menciptakan gol hantu yang dianggap mengawali turunnya tiga kutukan mengerikan itu.