Pencairan Anggaran Covid-19 di Daerah Lamban

Jumat 30-07-2021,07:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

LANGKAH agresif pemerintah pusat dalam mengalokasikan anggaran tidak dibarengi dengan cepatnya penyaluran di ranah pemda. Terbukti, simpanan dana pemda di perbankan hingga akhir Juni 2021 meningkat. Total, ada dana mengendap Rp 190 triliun. Akibatnya, penanggulangan pandemi Covid-19 di daerah lamban.

Ekonom Indef Dhenny Yuartha menyebutkan, setidaknya ada tiga faktor pemicu seretnya serapan anggaran penanganan Covid-19 di daerah.

Yakni, kapasitas fiskal yang sempit, kapasitas birokrasi dan komitmen politik, serta pola penyerapan anggaran pada akhir periode. ”Kapasitas fiskal sebenarnya sangat sempit, lalu didukung anggaran yang mengendap di perbankan cukup besar. Dengan begitu, implementasi penyaluran ke masyarakat di level daerah tidak cukup efektif,” ujar Dhenny.

Terkait dengan birokrasi, pemda harus lebih dulu mendapat persetujuan dari DPRD dalam relokasi anggaran. Ditambah, penyerapan anggaran biasanya lebih banyak digenjot pada akhir periode. Pola itu makin membuat anggaran penanganan Covid-19 tak kunjung terakselerasi.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi BLT desa hingga 19 Juli baru mencapai Rp 6,11 triliun. Padahal, pagu yang dialokasikan Rp 28,8 triliun. Artinya, pemda baru mencairkan 21,12 persen.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyentil pemda terkait dengan rendahnya serapan anggaran tersebut. Ani memerinci, di antara total 434 kabupaten, ada 163 daerah yang realisasi penyaluran BLT desanya sangat rendah. Bahkan kurang dari 15 persen. ”Hanya 21 daerah yang realisasi anggarannya di atas 50 persen,” ungkapnya.

Sementara itu, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto menjelaskan, setelah dijatuhkannya sanksi peringatan, realisasi dana Covid-19 yang bersumber dari APBD mengalami sedikit kenaikan. ”Sudah ada kenaikan, tapi tetap perlu digenjot,” tuturnya kemarin.

2

Kenaikan tersebut, misalnya, terlihat dari hasil refocusing 8 persen dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH). Ada beberapa provinsi yang realisasinya di atas 50 persen. Sebut saja Jawa Timur (58 persen) dan Kalimantan Timur (70 persen).

Meski demikian, dia mengakui bahwa masih banyak provinsi dengan realisasi di bawah 20 persen. Karena itu, pihaknya memastikan akan terus menekan daerah merealisasikan dananya secara cepat. Mulai untuk insentif tenaga kesehatan, bantuan sosial, hingga peningkatan aspek layanan kesehatan. ”Kami monitor day-by-day dan lakukan asistensi bila ada bottleneck (kemacetan) dalam implementasinya,” katanya. (jp)

Tags :
Kategori :

Terkait