KPK Tangkap Ketua MK

Kamis 03-10-2013,10:26 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - KPK kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang diduga melibatkan pejabat negara. Ada lima orang yang ditangkap dalam OTT tersebut. Mereka adalah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar; anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa; Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng), Hambit Bintih; seorang panitera MK berinisial Kh; serta seorang lagi pengusaha berinisial CHN. Informasi sementara yang disampaikan lembaga antirasuah tersebut, dua orang yang ditangkap merupakan penyelenggara negara. Mereka ditangkap dari dua lokasi berbeda di Jakarta Selatan dan satu tempat lagi di Jakarta Barat. Operasi tersebut berlangsung sekitar pukul 22.00 oleh tim penyidik KPK. Tidak lama kemudian, tiga mobil yang berisi penyidik dan para tersangka sampai di gedung KPK. Juru Bicara KPK Johan Budi membenarkan adanya penangkapan itu. \"Benar, tim melakukan OTT. Mengamankan lima tersangka dan sejumlah uang yang detailnya saya belum dapat informasinya,\" katanya. Dalam jumpa pers, Johan tidak menyebutkan nama lengkap. Dia hanya menyebut para pihak yang ditangkap dengan inisial, termasuk AM (Akil Mochtar), CN (Chairun Nisa), dan HB (Hambit Bintih). Dari OTT tersebut, penyidik mengamankan uang dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura. Total uang mencapai Rp2 miliar-Rp 3 miliar. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD memastikan bahwa yang ditangkap KPK tadi malam adalah Ketua MK Akil Mochtar. Hanya saja, Mahfud belum tahu kasus yang melatarbelakangi penangkapan mantan politisi Partai Golkar itu. \"Saya sudah cek ke ajudannya (ajudan Akil Mochtar, red) dan Sekjen MK, memang benar itu adalah Akil Mochtar,\" kata Mahfud saat dihubungi Jawa Pos (Radar Cirebon Group) tadi malam (2/10). Begitu mendengar kabar tersebut, Mahfud mengaku shock. Apalagi selama ini dia dan hakim konstitusi yang lain berjuang mati-matian menjaga integritas MK. Penangkapan Akil tentu akan berpengaruh besar terhadap kepercayaan publik terhadap lembaga penegak konstitusi tersebut. Mahfud khawatir penangkapan Akil terkait dengan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang ditangani MK. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia itu mengatakan, dalam menangani sengketa pilkada, godaan yang dihadapi para hakim konstitusi sangat besar. Untuk level pemilihan bupati saja, kata Mahfud, tawarannya bisa Rp2 miliar per hakim. Sedangkan untuk pemilihan gubernur angkanya bisa jauh lebih besar. \"Kalau benar itu terkait pilkada, saya minta calon kepala daerah yang menyuap harus digugurkan kemenangannya,\" kata ketua umum ikatan keluarga alumni (IKA) UII itu. Sementara itu, Komisioner Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh mengatakan, penangkapan Akil Mochtar oleh KPK sudah diprediksi oleh Komisi Yudisial (KY) sejak 6 tahun silam. Tepatnya pada Agustus 2006, MK menghapus kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi kinerja hakim konstitusi. Sehingga muncul kekhawatiran MK menjadi lembaga yang tidak tersentuh. “Hal itu akhirnya terbukti malam ini. Jadi dulu MK hilangkan kewenangan pengawasan KY salah besar. Hakim MK ternyata tidak suci juga,\" kata Imam dini hari. Menurut KY, penangkapan KPK ini menunjukkan hakim konstitusi sudah saatnya diawasi oleh lembaga resmi. Saat ini, tidak ada lembaga mana pun yang bisa mengawasi perilaku dan kinerja para hakim konstitusi. \"Wajar saja kalau masyarakat meragukan putusan-putusan sengketa Pilkada,\" ujar Imam. Atas keinginan KY, Akil Mochtar menolak kembali mentah-mentah permintaan pengawasan itu pada Agustus 2013 lalu. Menurut Akil, tidak ada alasan untuk mengawasi hakim konstitusi, mengingat kinerja MK sangat bagus dan dipercaya masyarakat. \"Faktanya, meski bukan hakim yang diawasi oleh KY, MK itu kinerjanya bagus. Lembaganya masih sangat dipercaya kok oleh rakyat. Jadi, ngapain pusing mikirin hakim MK. Pikirin hakim yang lain aja deh, biar nggak kedodoran,\" ujar Akil pada Agustus 2013 silam. Terpisah, pengamat hukum Refly Harun menyatakan tak kaget dengan apa yang terjadi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Muchtar. Refly menegaskan, yang dilakukan KPK dengan menangkap Akil Muchtar seolah mengonfirmasi keterangan dia tiga tahun lalu. \"Bagi saya ketika mendengar berita ini seperti konfirmasi saja mengenai apa yang saya sampaikan tiga tahun lalu. Apapun itu harus dijadikan entry point untuk membenahi MK,\" kata Refly. Refly pernah mengungkapkan adanya praktik suap di MK. Refly menyebut seorang hakim di MK menerima suap dengan perantara anaknya. Saat itu Refly malah dicap berbohong. \"Kalau memang benar Ketua MK tentu ini berita yang sangat buruk karena pada era reformasi ini tidak banyak lembaga yang bersih, paling cuma KPK, MK, Pengadilan Tipikor,\" terangnya. Dia menduga ada kasus lainnya yang masih perlu diungkap. \"Saya kan nggak punya data, takutnya nanti salah sebut lagi. Tapi saya punya pengalaman buruk kalau nanti saya sebut,\" tutupnya. MOBIL DAN RUANGAN DIPASANGI GARIS KPK Pasca penangkapan, mobil dinas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, Toyota Royal Saloon berpelat RI 9, kini dipasangi garis KPK berwarna merah. Mobil itu berada di halaman parkir rumah dinas Akil di Jl Widya Chandra III nomor 7, Jakarta Selatan. Para penyidik KPK yang dipimpin Novel Baswedan yang memasang garis KPK yang melingkari mobil dinas Akil. Dari 4 mobil yang ada di halaman parkir, hanya mobil dinas Akil yang dipasangi garis KPK. Novel dan para penyidik KPK lain datang ke rumah dinas Akil sekitar pukul 00.05 WIB, Kamis (3/10/2013). Setelah 10 menit berada di dalam rumah Akil, Novel dan penyidik lain keluar menuju halaman parkir. Di halaman parkir itulah, Novel dan penyidik lain memasang garis KPK ke mobil Akil. Sekitar pukul 00.40 WIB, Novel dan beberapa penyidik tampak meninggalkan rumah Akil. Selain mobil, KPK juga melakukan penyegelan pada ruangan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dan ruangan di sebelahnya yakni ruangan sekretariat dan ajudan. Novel juga sempat memberikan penjelasan kepada Sekjen MK Janedjri M Gaffar soal langkah KPK melakukan penyegelan. Penangkapan Akil membuat hakim MK terpukul. Berdasarkan pantauan di Gedung MK di Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (3/10) dini hari, tampak beberapa hakim MK berkumpul. Mereka mengadakan rapat di lantai 14 di ruang Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva. Selain Hamdan, ada juga Patrialis Akbar, Maria Farida, dan Harjono. (tom/agm)

Tags :
Kategori :

Terkait