Yang lebih miris saat monitoring adalah, bukan orang yang ada dalam akte pendirian perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut. Artinya, sulit untuk dimintai pertanggungjawabannya.
\"Yang hadir dan mengaku manajemen konsultan (MK) pun, ternyata sama juga, bukan orang yang ada dalaman akte pendirian perusahaan,\" kata MJ --sapaan akrabnya.
Menurutnya, fakta-fakta di lapangan ketika dinas dalam rapat kerja beberapa minggu lalu mengatakan mengajukan addendum hanya dua hari, sebelum akhir tahun, tetapi sampai 10 Januari 2022 masih ada belasan orang yang mengerjakan pekerjaan di proyek tersebut.
\"Itu bukan pemeliharaan, yang namanya pemeliharaan itu kalau sudah selesai 100 persen. Ini kan masih mengerjakan yang belum selesai. Artinya antara adminitrasi dengan fakta tidak sinkron, apabila tidak sinkron maka patut kita pertanyakan,\" terangnya.
Sehingga, lanjut MJ, berdasarkan sidak yang dilakukan Komisi III, fakta di lapangan tidak seperti yang disampaikan DLH dalam rapat kerja. \"Sebagaimana kita sidak fakta di lapangan tidak demikian, salah satunya basement masih banjir. Katanya untuk taman tapi faktanya ada rambat beton, bagaimana subur tamannya jika dirambat beton,\" ungkap Jawa.
Ia menjelaskan, komisi III sesuai pada tupoksinya, punya fungsi pengawasan terhadap SKPD atau pemda, sehingga, ketika dalam administrasi dianggap selesai, tetapi faktanya masih ada pekerjaan.
\"Jika memang ada tahap II untuk pembangunan ATP ini, sudah dipastikan ABPD Kabupaten Cirebon tidak menganggarkan di 2022,\" ucapnya.
Komisi III juga, kata MJ, sangat menyayangkan, ketika ada anggaran dari provinsi, tetapi dalam pelaksanaanya tidak dimanfaatkan secara maksimal.
\"Mudah-mudahan ke depan SKPD bisa arif dan bijaksana dalam menentukan perusahaan, semua komponen bisa melihat kredibilitas perusahaan. Jadi kualifikasi itu tidak hanya yang menawar terendah, tapi aspek lainnya juga harus dilihat,\" pungkasnya. (sam)