Radarcirebon.com, JAKARTA - Dalam rangka penguatan ekosistem pangan dan penguatan pangan nasional, Pemerintah terus mencari solusi untuk meningkatkan produksi jagung guna memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri, sekaligus juga untuk memenuhi permintaan pasar ekspor.
Pemerintah telah menyiapkan kebijakan terkait percepatan pengembangan jagung dengan menetapkan strategi pengembangan jagung menuju swasembada berkelanjutan melalui Roadmap Jagung 2022-2024.
Saat ini, beberapa negara pengekspor jagung menerapkan pembatasan ekspor guna memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negerinya. Kebijakan tersebut mengakibatkan terjadinya kenaikan harga jagung dunia, selain juga sebagai dampak dari kondisi geopolitik global saat ini akibat konflik Rusia - Ukraina.
Rata-rata harga jagung mengalami peningkatan, dengan update rata-rata harga pada bulan Juni 2022 mencapai USD 335,71/Ton. Harga jagung internasional mencapai harga tertinggi pada April 2022 sebesar USD 348,17/Ton dan cenderung mengalami sedikit penurunan hingga Juni 2022.
BACA JUGA:Lowongan Kerja Cirebon, dari Lemkra, Mayora, Ada untuk Lulusan SMA/SMK, D3
BACA JUGA:Warga Sumurkondang Cirebon Hilang di Hutan, Sudah 3 Hari Belum Ditemukan
Kecenderungan harga jagung dunia yang membaik pada Januari-Juni 2022, yang naik sebesar 21,53% dibanding periode sama 2021, menjadi peluang bagi Indonesia untuk melakukan ekspor jagung.
Melalui intensifikasi berupa peningkatan produktivitas dan ekstensifikasi berupa perluasan areal tanam baru, Pemerintah berharap dapat melakukan peningkatan produksi jagung, baik untuk memenuhi ketersediaan di dalam negeri maupun memenuhi demand dari negara lain.
“Dengan harga global yang sekarang di angka USD335 per ton atau setara Rp5.000 per kg, Bapak Presiden memberikan arahan agar dilakukan peningkatan produksi, termasuk ekstensifikasi dari lahan yang ada,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Keterangan Pers usai Rapat Internal Terbatas terkait Peningkatan Produksi dan Ekspor Jagung di Istana Negara, Jakarta, Senin (1/08).
Menko Airlangga menambahkan “Perlu mendorong penggunaan bibit/ benih unggul (benih varietas hibrida jagung), ada 14 varietas yang diharapkan bisa meningkatkan prosuksi menjadi 10,68 – 13,70 Ton/ Ha. Pak Menteri Pertanian akan menyelesaikan regulasi dan kebijakan yang diperlukan.”
BACA JUGA:Anak Tenggelam di Sungai Cisanggarung, Warga Pasaleman
BACA JUGA:Kecelakaan di Patrol Indramayu, Warga Sukahaji Tewas Tabrak Truk
Untuk meningkatkan produksi Jagung nasional, sesuai dengan hasil Rapat Koordinasi Teknis di Kemenko Perekonomian dan Setkab, Kementan telah menentukan 6 (enam) lokasi untuk peningkatan produksi jagung nasional, yaitu di Provinsi: (1) Papua; (2) Papua Barat; (3) NTT; (4) Maluku; (5) Maluku Utara; (6) Kalimantan Utara, dengan total luas lahan 141.000 Ha, di mana yang seluas 86.000 Ha merupakan areal tanam baru.
Perkiraan produksi jagung dengan Kadar Air (KA) 27,81%(Jagung Pipilan Basah di Petani), hingga akhir tahun bisa mencapai 25,3 juta ton. Sedangkan perkiraan produksi jagung dengan KA 14% (Jagung Simpan di Gudang) mencapai 18,7 juta ton. Sedangkan kebutuhan untuk industri, terutama industri pakan ternak sekitar 15 juta ton, sehingga masih ada cadangan jagung nasional sekitar 3 juta ton, yang diprioritaskan untuk cadangan kebutuhan nasional.
Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga menyampaikan beberapa kebijakan dan program Pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi jagung nasional, diantaranya dengan memenuhi kebutuhan Alsintan untuk percepatan olah tanah, tanam dan panen, pasca panen (perontokan, pengeringan). Selain itu juga dengan penyediaan Silo dan Dryer di Sentra Produsen, atau penyediaan Mobile Dryer untuk menjangkau wilayah remote dan tersebar.