Surat Sultan Cirebon kepada Raffles, Rela Dipensiunkan dari Jabatan dan Dapat Uang Tahunan

Kamis 25-08-2022,06:15 WIB
Editor : Yuda Sanjaya

Radarcirebon.com, CIREBON - Surat Sultan Cirebon kepada Letnan Gubernur Jawa, Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, mengungkap fakta terkait jabatan sultan yang dipensiungkan dan adanya uang pesangon.

Surat Sultan Sepuh Cirebon kepada Sir Thomas Stamford Raffles dibuat oleh Sultan Tajul Ngaripin Mohamad Joharidin. Yang ketika itu, cukup aktif berbalas surat dengan pemerintah kolonial.

Salah satu surat Sultan Sepuh Cirebon kepada Raffles adalah mengenai kerelaannya dipensiunkan, dan menerima semacam pesangon atau uang pensiun tiap tahun yang cukup besar.

Merujuk Surat Sultan Sepuh Cirebon kepada Raffles yang ada di Perpustakaan Nasional tersebut, diketahui bahwa jabatan Sultan Cirebon sudah dipensiunkan sejak tahun 1812.

BACA JUGA:Hari Keempat, Tim SAR Gabungan Masih Mencari Muhamad Rizki yang Hilang Diperairan Indramayu

BACA JUGA:Sejarah Rutan Kelas 1 Cirebon, Dibangun Tahun 1819, Usia Satu Abad Lebih

Adapun setelah posisinya sebagai pemangku pemerintahan dipensiunkan, tugasnya hanya sebatas menjadi pemangku adat. Bukan lagi kepala pemerintahan.

Selain bukti korespondensi atau surat menyurat Sultan Sepuh Cirebon dengan Sir Thomas Stamford Raffles, juga terdapat bukti berupa hadiah yang menunjukkan hubungan keduanya.

Di Keraton Kasepuhan Cirebon misalnya. Di bagian depan Siti Inggil, terdapat sebuah kursi tanam yang terbuat dari batu. Kursi itu, bertuliskan pemberian dari Letnan Gubernur Jawa, Sir Thomas Stamford Raffles kepada Sultan Sepuh Cirebon.

Adapun Surat Sultan Sepuh Cirebon kepada Sir Thomas Stamford Raffles salah satunya dibahas pada penelitian Hazmirullah, Titin Nurhayati Ma’mun, Undang A Darsa Berjudul Surat Pengunduran Diri Sultan Sepuh VII Cirebon: Suatu Kajian Filologis.

BACA JUGA:Tarif PDAM Tirta Jati Bakal Naik, Bupati Cirebon: Saya Belum Tahu

BACA JUGA:Harga BBM Subsidi Mau Dinaikkan, Anggota DPR RI: Aneh, Harga Minyak Dunia Lagi Turun

Melansir penelitian tersebut, bahwa semasa menjabat (periode 1791-1816), Sultan Sepuh VII Cirebon, Sultan Tajul Ngaripin Mohamad Joharidin, termasuk aktif berkorespondensi dengan para pejabat kolonial.

Salah satunya adalah surat tertanggal 8 April 1812 yang ditujukan kepada Thomas Stamford Raffles. Melalui surat itu, Sultan Sepuh VII Cirebon menyatakan kerelaan untuk dipensiunkan dari jabatan publik.

Ia pun menyatakan terima kasih lantaran Raffles memberikan uang pensiun sebesar 4.000 Rijkdaalderper tahun kepada dirinya. Ini merupakan fakta baru dalam sejarah.

Soalnya, literatur sejarah menyebutkan bahwa pemensiunan para sultan Cirebon baru terjadi pada tahun 1815.

BACA JUGA:KPK Terus Mendalami Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Bansos Covid 19

BACA JUGA:Wamen Kumham Mendadak ke Rutan Klas I Cirebon Lalu ke Lapas, Ada Apa Ya?

Penelitian tersebut menggunakan metode filologi yang di dalamnya terdapat metode kajian naskah dan metode kajian teks.

Berdasarkan hasil kajian, pemensiunan terhadap Sultan Sepuh VII merupakan bagian dari rencana Raffles untuk menjalankan reformasi agraria di serata Jawa.

Warsa terakhir abad ke-18 hingga enam belas tahun awal abad ke-19. Pada dekade terakhir abad ke-18, Vereenigde OostIndische Compagnie (VOC) dalam kondisi sakit parah karena menanggung kerugian yang sangat besar.

Pada tahun 1779, total kerugian VOC hampir mencapai 85 juta gulden (Raffles, 2014: xxvi). Akan tetapi, pada tahun 1795, utang kongsi dagang Belanda itu membengkak menjadi 160 juta gulden (Raffles, 1814: 280).

BACA JUGA:Akane Yamaguchi Kalahkan Gregoria Mariska, Sebelum Tanding Sempat Cemas, Ada Apa?

BACA JUGA:Penemuan Mayat di Dekat Gedung Perundingan Linggarjati Kuningan, Tanpa Celana, Bikin Heboh Warga

Pada dekade terakhir abad itu pula Belanda jatuh ke tangan Napoleon Bonaparte. Stadhouder William V melarikan diri hatta berlindung ke Inggris.

Napoleon kemudian menyerahkan kekuasaan di Belanda kepada salah seorang saudaranya, Louis Bonaparte. Tepat di akhir abad, sakit parah yang mendera VOC tak lagi bisa disembuhkan.

Perusahaan dagang yang telah beroperasi selama hampir dua abad itu pun runtuh pada 1799. Di sisi lain, atau di Cirebon, Kesultanan Kasepuhan Cirebon memulai dasawarsa terakhir abad ke-18 itu dengan pergantian kepemimpinan.

Pada tahun 1791, Sultan Tajul Ngaripin Muhammad Joharidin naik takhta sebagai Sultan Sepuh VII. Ketika itu, ia masih berumur 10 tahun.

BACA JUGA:Ulama Arab Saudi Ini Dihukum 10 Tahun Penjara, Isi Ceramahnya Tentang Kewajiban Umat Islam

BACA JUGA:Anggota DPRD Palembang Memukul Wanita di SPBU, Saling Lapor Polisi, Dikabarkan Sepakat Berdamai

Oleh karena itulah, dalam pengelolaan kesultanan, ia harus terlebih dahulu didampingi oleh dua tumenggung, yakni Tumenggung Wijaya Hadhiningrat dan Tumenggung Jayadhireja.

Sultan Sepuh VII memerintah selama 25 tahun. Namun, menyaksikan banyak sekali peristiwa, mulai dari skala lokal hingga internasional.

Di awal-awal pemerintahan, Sultan Sepuh VII harus sudah berhadapan dengan pemberontakan rakyat yang berdurasi panjang hingga dekade kedua abad ke-19.

Selama memerintah, ia pun berurusan dengan lima gubernur jenderal dan satu letnan gubernur. Dan ketika Daendels berkuasa, Sultan Sepuh VII Cirebon mengaku tak kuat menanggung beban dari kebijakan lalim yang diterapkan, tetapi tak bisa berbuat apa-apa.

BACA JUGA:Komisi III DPR RI Ribut Sendiri di Depan Kapolri dan Jajaran, Berawal dari Konsorsium 303

BACA JUGA:Heboh Anggota DPRD Palembang Inisial MS Hajar Wanita di SPBU

Karena itu, dia merasa gembira ketika Tengku Pangeran Siak menyampaikan surat Thomas Stamford Raffles ihwal rencana Inggris merebut Jawa.

Penulis menemukan surat Sultan Sepuh VII Cirebon kepada Raffles yang ditulis pada tanggal 25 Rabiul Awal Tahun Alip 1739 (8 April 1812). Surat yang ditulis dengan menggunakan aksara Jawa itu menarik perhatian.

Di dalamnya, terkandung informasi mengenai kerelaan Sultan Sepuh VII Cirebon untuk dipensiunkan dari jabatan publik. Ia juga menyatakan terima kasih karena mendapat jatah uang pensiun sebesar 4.000 rijkdaalder saban tahun.

Padahal, selama ini, berbagai literatur sejarah menyebut bahwa pemensiunan para sultan di Cirebon baru terjadi pada warsa 1815. Lubis (2000:46), misalnya, menyatakan bahwa pada masa pemerintahan peralihan Inggris, mula-mula, status para sultan Cirebon dibiarkan sebagai pegawai.

BACA JUGA:Ferdy Sambo Menangis di Mako Brimob Saat Kak Seto Datang, Ini Yang Dikatakan

BACA JUGA:Deolipa Eks Pengacara Bharada E Minta Angel Lelga Kembali ke Tuhan Yesus, Begini Kalimatnya

Namun, pada 1815, mereka dipensiunkan dengan menerima uang 8.000 rijkdaalder tiap-tiap tahun. Sejak saat itu, mereka hanya dianggap sebagai pemangku adat Cirebon.

Kategori :