Sultan Bisa Otomatis Gubernur

Sabtu 04-12-2010,07:00 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Rumusan konsep kepemimpinan daerah dalam RUU Keistimewaan Jogjakarta telah difinalkan pemerintah. Sebelum diserahkan ke DPR pekan depan, pemerintah akan merampungkan detail draf tersebut. Salah satu perincian yang akan diusulkan adalah klausul yang mengatur ketika tidak ada calon gubernur yang diajukan oleh partai-partai politik di Jogjakarta. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, dalam rumusan pemerintah, jika tak ada calon, Sri Sultan bisa otomatis menjadi gubernur. “Kalau tidak ada calon, Sultan otomatis menjadi gubernur dan memiliki kewenangan yang istimewa,” kata Gamawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (3/12). Jika bersedia, Sultan juga bisa mencalonkan diri untuk bertarung dalam Pilkada. “Apabila Sultan nanti ingin menjadi gubernur, beliau juga bisa menambah (calon),” kata Gamawan. Mantan gubernur Sumatera Barat tersebut menambahkan, saat ini timnya tengah bekerja untuk merampungkan detail draf RUU. “Finalisasi draf itu sampai Senin kita kerjakan. Jadi simpulnya dari presiden sudah ada. Beliau minta ini didetailkan lagi. Mudah-mudahan hari Senin sudah selesai,” kata Gamawan. Seperti diberitakan, pemerintah pusat bersikeras menginginkan ada pemilihan gubernur secara langsung di Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ). Posisi Sultan dan Paku Alam ditempatkan di atas gubernur. Namun, Sultan dan Paku Alam akan kehilangan kekuasaan eksekutif yang akan menjadi kewenangan gubernur. Gamawan menambahkan, raja keraton Jogja masih memiliki kewenangan yang cukup berpengaruh. “Sultan di atas gubernur posisinya. Contohnya di Malaysia ada menteri besar, di Singapura ada menteri senior. Posisi Sultan semacam itu lah, lebih tinggi dari gubernur yang dipilih demokratis.” Sultan Hamengku Buwono X (HB X) kembali tak bersedia berkomentar banyak mengenai sikap pemerintah pusat. Sultan juga mengaku belum membaca rumusan RUU dari pemerintah. “Tanya rakyat Jogja saja,” kata Sultan usai menerima penghargaan ketahanan pangan dan peningkatan produksi beras nasional di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Sultan menerima penghargaan bersama Gubernur Sulawesi Tenggara, Gubernur Riau, dan Gubernur Nusa Tenggara Timur. Di pengujung pidato penyerahan penghargaan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung pemberitaan mengenai rumusan RUU Keistimewaan Jogjakarta. “Saya dan Pak Sultan tak ada apa-apa diadu adu. Saya menghormati Pak Sultan, beliau hormati saya. Tetapi jadi berita terus. Kita harus sabar ya, Pak Sultan,” kata SBY. Sehari sebelumnya, Presiden SBY juga menyerahkan penghargaan bidang pendidikan pada Provinsi DI Jogjakarta. Penghargaan tersebut diterima Sultan pada Kamis malam (2/12). Masa jabatan Sultan HB X sebagai gubernur Jogjakarta akan berakhir pada Oktober 2011. Sultan HB X diangkat pertama kali menjadi gubernur pada 1998 untuk masa jabatan 5 tahun, setelah Paku Alam VIII wafat. Pada 2003-2008, Sultan menjabat menjadi gubernur untuk periode kedua. Pada 2007, sudah ada perdebatan mengenai masa jabatan Sultan, apakah harus sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah yang membatasi jabatan hanya dua periode, atau otomatis terus ditetapkan menjadi gubernur. Pada 7 April 2007, dalam pisowanan agung di alun-alun keraton, Sultan menyatakan tidak bersedia lagi dipilih kembali menjadi gubernur Jogjakarta. Ungkapan Sultan tersebut dinilai sebagai bentuk protes terhadap ketidakjelasan payung hukum jabatan gubernur DIJ, akibat berlarut-larutnya pembahasan RUU Keistimewaan Jogjakarta. Namun, pada Oktober 2008, SBY memperpanjang jabatan Sultan selama 3 tahun hingga 2011. Pembahasan RUU Keistimewaan Jogjakarta oleh pemerintah dan DPR periode lalu menemui jalan buntu, kemudian drafnya dikembalikan lagi ke pemerintah. Kesultanan Pasrah Hasil sidang kabinet yang memutuskan gubernur dan wakil gubernur  Jogjakarta melalui pemilu membuat kecewa pihak kesultanan. Adik kandung Sri Sultan, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusumo yakin, dampak keputusan rapat yang akan dituangkan dalam draf RUU Keistimewaan Jogjakarta dari pemerintah itu akan berdampak serius. “Saya sudah bisa memperkirakan reaksi masyarakat Jogja nanti seperti apa,”  ujar GBPH Joyokusumo, saat ditemui di kediamannya, Ndalem Joyokusuman, kompleks  keraton Jogjakarta, kemarin (3/12). Menurut dia, kemarahan masyarakat Jogja yang  saat ini sudah mulai berkembang akan makin memuncak. “Semakin gerah dan semakin tidak percaya pada pemerintah pusat, terutama  presiden,” tambahnya. Sebab, lanjut bangsawan yang memiliki jabatan semacam  sekretaris negara di Kesultanan Jogja itu, Presiden SBY dianggap telah  memberikan harapan kosong kepada masyarakat Jogja. Pidato klarifikasi yang disampaikan di kantor presiden, sesaat sebelum  memimpin rapat kabinet, awalnya, sempat meredakan sesaat kekecewaan masyarakat Jogja atas pernyataan presiden sebelumnya. “Ternyata apa yang diomongkan, apa  yang dijanjikan, tidak sesuai dengan kenyataannya,” tandas Joyokusumo. Menurut dia, perbedaan hasil sidang kabinet dengan klarifikasi SBY yang  sempat menyatakan kepemimpinan Guberbur DIJ lima tahun kedepan adalah yang terbaik, berpotensi mendorong elemen-elemen masyarakat di Jogja untuk mengusung satu tema bersama. Misal, sebut dia, mengikuti rencana paguyuban lurah se-DIJ  yang ingin mengadakan Kongres Rakyat pada 17 Desember nanti. “Atau, yang lebih mengkhawatirkan, sepakat memisahkan diri dari republik dengan mengusung kembalinya Nagari Nayogyakarto, kita semua tidak ingin ini  semua sampai terjadi,” imbuhnya. Namun, jika kekhawatiran itu benar terjadi, bagaimana posisi kesultanan? “Ya, mau bagaimana lagi, tidak mungkin kan kami (kesultanan, red) memisahkan  diri dengan masyarakat dan rakyat,” tegas Joyokusumo. Sebab, lanjut dia, dari  awal berdiri, kesultanan merupakan representasi kehendak rakyat. Sementara itu, kemarin, aksi demonstrasi kelompok masyarakat di Jogja kembali dilakukan. Massa dari Gerakan Rakyat Mataram melakukan aksi pembagian bambu runcing, di depan Gedung Agung (istana kepresidenan), Jogjakarta. Intinya, massa menuntut keistimewaan DIJ tidak diutak-atik. “Kami cinta perdamaian, tapi  kami lebih cinta keistimewaan,” seru salah seorang wakil pendemo. (dyn)

Tags :
Kategori :

Terkait