JAKARTA - Telegram Wakapolri perihal penundaan memakai jilbab untuk polwan memantik kekecewaan sejumlah kalangan. Di internal Polri sendiri sejumlah polwan mengaku kecewa dengan penundaan tersebut, namun menolak saat Jawa Pos (Radar Cirebon Group) meminta izin untuk mengutip. Suara dari luar pun tidak kalah kerasnya. Anggota Kompolnas Hamidah Abdurrachman mengaku tidak habis pikir dengan penundaan kebijakan tersebut. \"Saya sangat kecewa, anggota mau berbuat baik kok dihalangi,\" ucapnya. Di sisi lain, lanjutnya, sejumlah anggota Polri yang jelas-jelas nakal masih saja ada yang dibiarkan. Penundaan tersebut sangat bertentangan dengan pernyataan Kapolri jika menggunakan jilbab adalah hak asasi. Karena itu, Hamidah meminta Polwan untuk tidak takut memperjuangkan hak asasinya. \"Kalau yang sudah memakai (jilbab) lanjutkan saja,\" ujarnya. Kecuali, Polri menerbitkan aturan yang jelas-jelas melarang polwan mengenakan jilbab. Sementara itu, Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Agus Rianto meminta polwan untuk memahami keputusan yang diambil oleh pimpinan. Sebab, penundaan itu hanya bersifat sementara sampai dibuat aturan yang jelas mengenai jenis seragam tersebut. Lewat telegram tersebut, pimpinan polri berharap polwan untuk sementara tidak mengenakan jilbab sampai ada surat keputusan berikutnya. \"Kita tidak usah bicara sanksi atau apa karena saya yakin dan percaya teman-teman (polwan) sudah dewasa, pahami apa yang boleh apa yang tidak boleh,\" tuturnya. Kebijakan penundaan itu memang membuat Kapolri Jenderal Sutarman mengalami dilema. Meski bersikukuh jika perintah penundaan itu adalah perintahnya, namun tak urung isu konflik senior-junior ikut mengemuka. Sebab, penandatanganan telegram penundaan itu adalah Wakapolri Komjen Oegroseno yang merupakan senior Sutarman dengan selisih tiga tahun. Sebagaimana diberitakan, kebijakan penggunaan jilbab untuk polwan ditunda hanya Sembilan hari setelah izin dikeluarkan. Penundaan itu menyusul turunnya surat telegram bertanda tangan Wakapolri yang mengimbau agar polwan tidak berjilbab sampai ada aturan baku. Terpisah, aktivis muda Muhammadiyah Mustofa B. Nahrawardaya memertanyakan turunnya TR yang memerintahkan penundaan penggunaan jilbab bagi polwan. Jika alasannya berkaitan dengan desain, seharusnya sudah ada model polwan di Aceh yang bisa digunakan. \"Bukankah Aceh juga bagian dari NKRI?\" katanya. Dia juga mengkritisi adanya rencana studi banding ke negara lain mengenai model baju Polwan. Menurut Mustofa, hal itu tentu akan membutuhkan waktu lama. \"Bukankah Indonesia ini juga gudangnya desainer busana muslim?\" tandasnya. Jika yang menjadi persoalan adalah ketersediaan anggaran, Mustofa mempertanyakan bagaimana jika polwan yang bersangkutan bersedia merogok koceknya sendiri. Di bagian lain, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyatakan setuju dengan kebijakan untuk mengatur jilbab bagi polwan. Sebagai institusi yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, Polri harus memiliki kesesuaian, termasuk dalam urusan seragam. \"Jangan memberikan kesempatan untuk colour full, beraneka ragam. Jadi harus seragam,\" katanya di kompleks parlemen, kemarin. (byu/fal)
Kompolnas Minta Polwan Jangan Lepas Jilbab
Rabu 04-12-2013,10:55 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :